Sabtu, 30 April 2011

INTISARI KITAB TA’LIM MUTA’ALIM

BAB I
PENGHORMATAN TERHADAP GURU

Adab yang tidak boleh dilakukan terhadap guru sebagai berikut :
o Tidak berjalan di depan guru.
o Tidak menduduki tempat yang di duduki seorang guru .
o Tidak mendahului bicara di hadapan guru kecuali dengan izinnya.
o Tidak bertanya dengan pertanyaan yang membosankan guru.
o Tidak mengganggu istirahat guru.
o Tidak menyakiti hati guru.
o Jangan duduk terlalu dekat dengan guru.



BAB II
TUNTUNAN PENUNTUT ILMU

o Biasakan bangun malam untuk beribadah.
o Menjaga Wudhunya dengan Istiqomah.
o Belajar atau Berdzikir dipermulaan (antara Magrib dan Isya) dan akhir malam (Sahur).
o Perbanyak Puasa Sunnah dan menjalankan Sholat Sunnah.
o Memperbanyak membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
o Menghadap Kiblat ketika Belajar atau Berdzikir.
o Memulai suatu pekerjaan hari Rabu.
o Biasakan bersiwak dan meminum madu.
o Tidak melonjorkan kaki ke depan Kiblat.
o Menghindarkan makan Ketumbar dan Apel Asam.
o Hindarkan untuk melihat salib dan membaca tulisan pada nisan.
o Hindarkan tidur setelah Sholat Shubuh.


BAB III
MENDATANGKAN DAN MENOLAK REZEKI

a). Yang menyebabkan fakir
Tidur diwaktu Shubuh, tidur telanjang lepas pakaian, kencing dengan telanjang bulat, makan dalam keadaan junub, makan dengan berbaring, mengabaikan remukan hidangan sisa makanan, membakar kulit bawang merah dan bawang putih, menyapu rumah dengan kain, menyapu rumah dimalam hari, menyapu sampah tidak langsung dibuang, berjalan di muka orang tua / mendahuluinya, memanggil kedua orang tua hanya dengan menyebut namanya, mencukuti sela – sela gigi dengan benda keras, mencuci tangan dengan tanah dan debu, duduk di atas tangga atau sikai, bersandar pada salah satu kaca – kaca pintu, berwudhu di tempat peristirahatan, menjahit pakaian pada badannya (sedang dipakai), menyapu muka dan keringat dengan gombal (kain majun), tidak mau membersihkan rumah laba – laba di rumah mempermudah /mempercepat dalam mengerjakan Sholat (tidak mau merendah dan khusu’), segera keluar dari masjid setelah sholat Shubuh, berpagi – pagi benar berangkat ke pasar, menunda – nunda pulang dari pasar, membeli barang atau makanan dari fakir miskin yang meminta – minta, mendoakan jelek pada anak, tidak mau menutupi bejana, dan memadamkan lampu dengan tiupan napas, menulis dengan pena atau pulpen yang diikat sudah rusak, bersisir dengan sisir yang sudah pecah – pecah, tidak mau mendoakan baik kepada kedua orang tua, memakai surban dengan duduk, memakai celana sambil berdiri, bakhil / pelit,

b). Mempermudah datangnya rezeki
o Mengerjakan Sholat dengan penuh hormat, khusu’ dengan menyempurnakan yang rukun, wajib, sunnah dan disiplin moral (adab) nya.
o Banyak bersedekah.
o Datang ke masjid sebelum adzan.
o Membiasakan bersuci (bila hadats selalu berwudhu)
o Sholat Sunnah sebelum Shubuh, Sholat Witir di rumah..
o Tidak memperbincangkan masalah dunia setelah Sholat Witir.
o Menjauhi banyak duduk – duduk bersama para wanita kecuali ada hajat.



BAB IV.
YANG DAPAT MEYEBABKAN UMUR PANJANG

o Taqwa.
o Hormat kepada orang tua dan tidak menyakitinya.
o Menyambung kekerabatan atau silaturahmi.
o Hendaklah tidak sampai memotong pohon yang masih hidup dan basah kecuali dalam keadaan darurat..
o Menyempurnakan Wudhu.
o Mengerjakan Sholat dengan penuh kehormatan.
o Menunaikan ibadah Haji dan Umrah secara bersama atau Qiran.
o Menjaga kesehatan.


Karya Syekh Al-Zarnuji

Apa itu kitab "Ta'lim Muta'allim" ?
Kitab TA'LIM MUTA'ALIM THARIQAT TA'LIM, yang disusun dan di karang oleh Syekh Az-Zarnuji, yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Noor Aufa Shiddiq Al-Qudsy denga judul buku PEDOMAN BELAJAR BAGI PELAJAR DAN SANTRI, merupakan kitab wajib di ajarkan di pondok pesantren berbasis salafi dan modern, dan merupakan kitab dan acuan sekaligus bimbingan bagi seorang penuntut ilmu agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi dirinya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sebagaimana kitab suci Al-Quran dan Al-Hadist sebagai pedoman bagi umat islam.
Dalam buku/kitab ini terdapat banyak sekali petunjuk – petunjuk bagi seorang penuntut ilmu, seperti halnya memilih guru dan teman yang akan dijadikan seorang guru dan teman untuk berdiskusi dan mencari solusi dalam permasalahan yang ada dalam masyarakat, cara memuliakan ilmu dan shohibul ilmi dan masih banyak hal – hal yang berhubungan tentang hak dan kewajiban penuntut ilmu.
Sebagaimana syair di bawah ini tentang bagaimana mencari seorang guru, Beliau mengatakan :

لا تصحب الكسلان فى حالاته # كم صالح بفساد اخر يفسد

Yang artinya:
"Janganlah engkau bergaul dengan seorang yang pemalas, banyak orang yang baik lantaran bergaul dengan orang yang rusak tingkah lakunya, akhirnya ia menjadi rusak."

Terjemaah Kitab Safinah An najah

“Bismillahirrahmanirrahim”

(Muqoddimah)

...
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.




(BAB I)
“Aqidah”


(Fasal Satu)
Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Alloh Subhaanahu wa Ta'aala dan Nabi Muhammad Sholalloohu 'Alayhi wa Sallam adalah utusanNya.
2. Mendirikan sholat (lima waktu).
3. Menunaikan zakat.
4. Puasa Romadhan.
5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.


(Fasal Dua)
Rukun iman ada enam, yaitu:
1. Beriman kepada Alloh Subhaanahu wa Ta'aala.
2. Beriman kepada sekalian Mala’ikat
3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
5. Beriman dengan hari kiamat.
6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Alloh Subhaanahu wa Ta'aala.


(Fasal Tiga)
Adapun arti “La ilaha illah”, yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam kenyataan selain Alloh.



(BAB II)
“Thoharoh”


(Fasal Satu)
Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .

(Fasal Dua)
Syarat boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:
1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan) .
7. Najis tersebut tidak terkena air .
8. Batu tersebut suci.


(Fasal Tiga)
Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan serta siku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki serta buku lali.
6. Tertib.


(Fasal Empat)
Niat adalah menyengaja suatu (perbuatan) berbarengan (bersamaan) dengan perbuatannya didalam hati. Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya sunnah, dan waktunya ketika pertama membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut).


(Fasal Lima)
Air terbagi kepada dua macam; Air yang sedikit. Dan air yang banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah . Dan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis kecuali air tersebut telah berubah warna, rasa atau baunya.


(Fasal Enam)
Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
1- Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
2- Keluar air mani.
3- Mati.
4- Keluar darah haidh [datang bulan].
5- Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6- Melahirkan.


(Fasal Tujuh)
Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
1- Niat mandi wajib.
2- Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna.


(Fasal Delapan)
Syarat– Syarat Wudhu` ada sepuluh, yaitu:
1- Islam.
2- Tamyiz (cukup umur dan ber’akal).
3- Suci dari haidh dan nifas.
4- Lepas dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5- Tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
6- Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
7- Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
8- Kesucian air wudhu` tersebut.
9- Masuk waktu sholat yang dikerjakan.
10- Muwalat .
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats .


(Fasal Sembilan)
Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:
1- Apa bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
2- Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
3- Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll.
”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
4- Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.


(Fasal Sepuluh)
Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu:
1- Shalat, fardhu maupun sunnah.
2- Thowaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
3- Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- I`tikaf (berdiam di masjid).


Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- Puasa
6- I’tikaf di masjid.
7- Masuk ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan mengotori masjid tersebut.
8- Cerai, karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9- Jima`.
10- Bersenang – senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.


(Fasal Sebelas)
Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:
1- Tidak ada air untuk berwudhu`.
2- Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3- Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
1- Orang yang meninggalkan sholat wajib.
2- kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
3- Murtad.
4- Penzina dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber’aqad nikah yang sah).
5- Anjing yang menyalak (tidak menta`ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
6- Babi.


(Fasal Dua Belas)
Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:
1- Bertayammum dengan tanah.
2- Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
3- Tidak pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4- Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5- Mengqoshod atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan tayammum.
6- Masuk waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7- Bertayammum tiap kali sholat fardhu tiba.
8- Berhati – hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai tayammum.
9- Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing – masing (terpisah).
10- Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.


(Fasal Tiga Belas)
Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:
1. Memindah debu.
2. Niat.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
5. Tertib antara dua usapan.

(Fasal Empat Belas)
Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu:
1. Semua yang membatalkan wudhu’.
2. Murtad.
3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.


(Fasal Lima Belas)
Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu:
1. Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2. Kulit binatang yang disamak.
3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.


(Fasal Enam Belas)
Macam macam najis ada tiga, yaitu:
1. Najis besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3. Najis sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang diatas.


(Fasal Tujuh Belas)
Cara menyucikan najis-najis:
Najis besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
Najis ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:
1. 'Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.


(Fasal Delapan Belas)
Darah haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.



(BAB III)
“SHALAT”

(Fasal Satu)
Udzur( ) sholat:
1. Tidur .
2. Lupa.


(Fasal Dua)
Syarat sah shalat ada delapan, yaitu:
1. Suci dari hadats besar dan kecil.
2. Suci pakaian, badan dan tempat dari najis.
3. Menutup aurat.
4. Menghadap kiblat.
2. Masuk waktu sholat.
3. Mengetahui rukun-rukan sholat.
4. Tidak meyakini bahwa diantara rukun-rukun sholat adalah sunnahnya
5. Menjauhi semua yang membatalkan sholat.
Macam-macam hadats: Hadats ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu’, sedangkan hadats besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.


Macam macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
1. Aurat semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu antara pusar dan lutut.
2. Aurat perempuan merdeka ketika sholat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
3. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
4. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu antara pusar dan lutut.


(Fasal Tiga)
Rukun sholat ada tujuh belas, yaitu:
1. Niat.
2. Takbirotul ihrom (mengucapkan “Allahuakbar).
3. Berdiri bagi yang mampu.
4. Membaca fatihah.
5. Ruku’ (membungkukkan badan).
6. Thuma’ninah (diam sebentar) waktu ruku’.
7. I’tidal (berdiri setelah ruku’).
8. Thuma’ninah (diam sebentar waktu i’tidal).
9. Sujud dua kali.
10. Thuma’ninah (diam sebentar waktu sujud).
11. Duduk diantara dua sujud.
12. Thuma’ninah (diam sebentar ketika duduk).
13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
14. Duduk diwaktu tasyahud.
15. Sholawat (kepada nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).


(Fasal Empat)
Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
3. Jika sholat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li (mengerjakan shalat tersebut), ta’yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah (kefardhuannya).
4. Jika sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab, diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut dan nama sholat yang dikerjakan seperti sunah Rowatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
5. Jika sholat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut saja.
Yang dimaksud dengan qasdul fi’li adalah aku beniat sembahyang (menyenghajanya), dan yang dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur atau asar, adapun fardhiyah adalah niat fardhu.


(Fasal Lima)
Syarat takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:
1. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika berdiri (jika sholat tersebut fardhu).
2. Mengucapkannya dengan bahasa Arab.
3. Menggunakan lafal “Allah”.
4. Menggunakan lafal “Akbar”.
5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
6. Tidak memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
7. Tidak memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
8. Tidak mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf “Ba” tersebut.
9. Tidak menambah huruf “Waw” berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
10. Tidak menambah huruf “Waw” sebelum lafal “Allah”.
11. Tidak berhenti antara dua kalimat sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua kalimat tersebut.
13. Masuk waktu sholat tersebut jika mempuyai waktu.
14. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika menghadap qiblat.
15. Tidak tersalah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
16. Takbirotul ihrom ma’mum sesudah takbiratul ihrom dari imam.


(Fasal Enam)
Syarat-syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
1. Tertib (yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2. Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
3. Memperhatikan makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
4. Tidak lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
5. Membaca semua ayat al-Fatihah.
6. Basmalah termasuk ayat dari al-fatihah.
7. Tidak menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
8. Memabaca surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
9. Mendengar surat al-Fatihah yang dibaca.
10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.


(Fasal Tujuh)
Tempat-tempat tasydid dalam surah al-fatihah ada empat belas, yaitu:
1. Tasydid huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).
2. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (( الرّحمن .
3. Tasydid huruf “Ra’” pada lapal ( الرّحيم).
4. Tasydid “Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
5. Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
6. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
7. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
8. Tasydid huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
9. Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد) ).
10. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
11. Tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
12. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط الّذين ).
13. Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
14. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا الضالين).

(Fasal Delapan)
Tempat disunatkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu:
1. Ketika takbiratul ihram.
2. Ketika Ruku’.
3. Ketika bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
4. Ketika bangkit dari tashahud awal.


(Fasal Sembilan)
Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:
1. Sujud dengan tujuh anggota.
2. Dahi terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
3. Menekan sekedar berat kepala.
4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
5. Tidak sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
6. Meninggikan bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
7. Thuma’ninah pada sujud.



Ketika seseorang sujud anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh, yaitu:
1. Dahi.
2. Bagian dalam dari telapak tangan kanan.
3. Bagian dalam dari telapak tangan kiri.
4. Lutut kaki yang kanan.
5. Lutut kaki yang kiri.
6. Bagian dalam jari-jari kanan.
7. Bagian dalam jari-jari kiri.


(Fasal Sepuluh)
Dalam kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid, enam belas di antaranya terletak di kalimat tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:
1. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
2. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
3. “Almubarakatusshalawat”: harakah tasydid di huruf “Shad”.
4. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “Tha’”.
5. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “ya’”.
6. “Lillaah”: harakah tasydid di “Lam” jalalah.
7. “Assalaam”: di huruf “Sin”.
8. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
9. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Nun”.
10. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
11. “Warohmatullaah”: di “Lam” jalalah.
12. “Wabarakatuh, assalaam”: di huruf “Sin”.
13. “Alainaa wa’alaa I’baadillah”: di “Lam” jalalah.
14. “Asshalihiin”: di huruf shad.
15. “Asyhaduallaa”: di “Lam alif”.
16. “Ilaha Illallaah”: di “Lam alif”.
17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
18. “Waasyhaduanna”: di huruf “Nun”.
19. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Mim”.
20. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Ra’”.
21. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Lam” jalalah.


(Fasal Sebelas)
Sekurang-kurang kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Alloohumma sholliy ’alaa Muhammad.
(Adapun).harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di Muhammad.


(Fasal Dua Belas)
Sekurang-kurang salam yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Assalaamu’alaikum. Adpun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak di huruf “Sin”.


(Fasal Tiga Belas)
Waktu waktu shalat.
1. Waktu shalat dzuhur:
Dimulai dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit kearah barat dan berakhir ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda tersebut.
2. Waktu salat Ashar:
Dimulai ketika bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut dan berakhir ketika matahari terbenam.
3. Waktu shalat Magrib:
Berawal ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam.
4. Waktu shalat Isya
Diawali dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir dengan terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud dengan Fajar shadiq adalah sinar yang membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari selatan ke utara.
5 Waktu shalat Shubuh:
Di mulai dari timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.
Warna sinar matahari yang muncul setelah matahari terbenam ada tiga, yaitu:
Sinar merah, kuning dan putih. Sinar merah muncul ketika magrib sedangkan sinar kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan putih.


(Fasal Empat Belas)
Shalat itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam beberapa waktu, yaitu:
1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5. Sesudah shalat Asar sampai matahari terbenam.


(Fasal Lima Belas)
Tempat saktah (berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu:
1. Antara takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul ihram).
2. Antara doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah SWT dari setan yang terkutuk).
3. Antara ta’awudz dan membaca fatihah.
4. Antara akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
5. Antara ta’min dan membaca surat (qur’an).
6. Antara membaca surat dan ruku’.
Semua tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta’min dan membaca surat, disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah.


(Fasal Enam Belas)
Rukun-rukun yang diwajibkan didalamnya tuma’ninah ada empat, yaitu:
1. Ketika ruku’.
2. Ketika i’tidal.
3. Ketika sujud.
4. Ketika duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).


(Fasal Tujuh Belas)
Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu:
1. Meninggalkan sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika seseorang meniggalkannya).
2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.


(Fasal Delapan Belas)
Ab’adusshalah ada enam, yaitu:
1. Tasyahud awal
2. Duduk tasyahud awal.
3. Shalawat untuk nabi Muhammad SAW ketika tasyahud awal.
4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5. Do’a qunut.
6. Berdiri untuk do’a qunut.
7. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat ketika do’a qunut.


(Fasal Sembilan Belas)
Perkara yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:
1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.


(Fasal Dua Puluh)
Diwajibkan bagi seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:
1- Menjadi Imam juma`t
2- Menjadi imam dalam shalat i`aadah (mengulangi shalat).
3- Menjadi imam shalat nazar berjama`ah
4- Menjadi imam shalat jamak taqdim sebab hujan

(Fasal Dua Puluh Satu)
Syarat – Syarat ma`mum mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu:
1- Tidak mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
2- Tidak meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha` shalat tersebut.
3- Seorang imam tidak menjadi ma`mum .
4- Seorang imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5- Ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam.
6- Harus mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7- Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus hasta.
8- Ma`mum berniat mengikut imam atau niat jama`ah.
9- Shalat imam dan ma`mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10- Ma`mum tidak menyelahi imam dalam perbuata sunnah yang sangat berlainan atau berbeda sekali.
11- Ma`mum harus mengikuti perbuatan imam.

(Fasal Dua Puluh Dua)
Ada lima golongan orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki –laki mengikut laki – laki.
2- Perempuan mengikut laki – laki.
3- Banci mengikut laki – laki.
4- Perempuan mengikut banci.
5- Perempuan mengikut perempuan.

(Fasal Dua Puluh Tiga)
Ada empat golongan orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4- Banci mengikut banci.

(Fasal Dua Puluh Empat)
Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4- Udzurnya terus menerus.

(Fasal Dua Puluh Lima)
Ada dua syarat jamak takhir, yaitu:
1- Niat ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.

(Fasal Dua Puluh Enam)
Ada tujuh syarat qasar, yaitu:
1- Jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari semalam).
2- Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian shalat nya.

(Fasal Dua Puluh Tujuh)
Syarat sah shalat Jum’at ada enam, yaitu:
1. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3. Dilaksanakan secara berjamaah.
4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, baligh dan penduduk asli daerah tersebut.
5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat Jum’at.


(Fasal Dua Puluh Delapan)
Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu:
1. Mengucapkan “الحمد لله” dalam dua khutbah tersebut.
2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
5. Mendo’akan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.


(Fasal Dua Puluh Sembilan)
Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu:
1. Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
2. Pakaian, badan dan tempat bersih dari segala najis.
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat ditambah beberapa detik.
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan yang lain, kecuali duduk).
7. Khutbah dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk asli daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.



(BAB IV)
“Jenazah”

(Fasal Satu)
pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan .

(Fasal Kedua)
Cara memandikan seorang muslim yang meninggal dunia:
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.


(Fasal Ketiga)
Cara mengkafan:
Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.


(Fasal Keempat)
Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:
1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7. Salam.


(Fasal Kelima)
Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.


(Fasal Keenam)
Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:
1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.


(Fasal Ketujuh)
Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.
Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.
Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).


(BAB V)
“Zakat”


(Fasal Satu)
Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.



(BAB VI)
“Puasa”


(Fasal Satu)
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.

(Fasal Kedua)
Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.

(Fasal Ketiga)
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).


(Fasal Keempat)
Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.


(Fasal Kelima)
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.


(Fasal Keenam)
Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.


(Fasal Ketujuh)
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.


(Fasal Kedelapan)
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.

Tamat…
Wallaohu a’lam bishshowaab

Kemudian kami akhiri dengan meminta kepada Tuhan Yang Karim , dengan berkah baginda kita Nabi Muhammad Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam yang wasim, supaya mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan ia mengampuniku serta mereka segala kesalahan dan dosa.
Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim yang menjadi utusan Alloh kepada sekalian makhluk Rosulul malahim, kekasih Alloh yang membuka pintu rahmat, menutup pintu kenabian, serta keluarga dan sahabat sekalian.
Walhamdu lillaahi Robbil ’Aalamin...

Terjemaah Kitab Safinah An najah

“Bismillahirrahmanirrahim”

(Muqoddimah)

...
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.




(BAB I)
“Aqidah”


(Fasal Satu)
Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Alloh Subhaanahu wa Ta'aala dan Nabi Muhammad Sholalloohu 'Alayhi wa Sallam adalah utusanNya.
2. Mendirikan sholat (lima waktu).
3. Menunaikan zakat.
4. Puasa Romadhan.
5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.


(Fasal Dua)
Rukun iman ada enam, yaitu:
1. Beriman kepada Alloh Subhaanahu wa Ta'aala.
2. Beriman kepada sekalian Mala’ikat
3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
5. Beriman dengan hari kiamat.
6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Alloh Subhaanahu wa Ta'aala.


(Fasal Tiga)
Adapun arti “La ilaha illah”, yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam kenyataan selain Alloh.



(BAB II)
“Thoharoh”


(Fasal Satu)
Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .

(Fasal Dua)
Syarat boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:
1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan) .
7. Najis tersebut tidak terkena air .
8. Batu tersebut suci.


(Fasal Tiga)
Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan serta siku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki serta buku lali.
6. Tertib.


(Fasal Empat)
Niat adalah menyengaja suatu (perbuatan) berbarengan (bersamaan) dengan perbuatannya didalam hati. Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya sunnah, dan waktunya ketika pertama membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut).


(Fasal Lima)
Air terbagi kepada dua macam; Air yang sedikit. Dan air yang banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah . Dan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis kecuali air tersebut telah berubah warna, rasa atau baunya.


(Fasal Enam)
Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
1- Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
2- Keluar air mani.
3- Mati.
4- Keluar darah haidh [datang bulan].
5- Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6- Melahirkan.


(Fasal Tujuh)
Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
1- Niat mandi wajib.
2- Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna.


(Fasal Delapan)
Syarat– Syarat Wudhu` ada sepuluh, yaitu:
1- Islam.
2- Tamyiz (cukup umur dan ber’akal).
3- Suci dari haidh dan nifas.
4- Lepas dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5- Tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
6- Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
7- Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
8- Kesucian air wudhu` tersebut.
9- Masuk waktu sholat yang dikerjakan.
10- Muwalat .
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats .


(Fasal Sembilan)
Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:
1- Apa bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
2- Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
3- Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll.
”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
4- Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.


(Fasal Sepuluh)
Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu:
1- Shalat, fardhu maupun sunnah.
2- Thowaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
3- Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- I`tikaf (berdiam di masjid).


Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- Puasa
6- I’tikaf di masjid.
7- Masuk ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan mengotori masjid tersebut.
8- Cerai, karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9- Jima`.
10- Bersenang – senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.


(Fasal Sebelas)
Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:
1- Tidak ada air untuk berwudhu`.
2- Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3- Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
1- Orang yang meninggalkan sholat wajib.
2- kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
3- Murtad.
4- Penzina dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber’aqad nikah yang sah).
5- Anjing yang menyalak (tidak menta`ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
6- Babi.


(Fasal Dua Belas)
Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:
1- Bertayammum dengan tanah.
2- Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
3- Tidak pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4- Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5- Mengqoshod atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan tayammum.
6- Masuk waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7- Bertayammum tiap kali sholat fardhu tiba.
8- Berhati – hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai tayammum.
9- Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing – masing (terpisah).
10- Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.


(Fasal Tiga Belas)
Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:
1. Memindah debu.
2. Niat.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
5. Tertib antara dua usapan.

(Fasal Empat Belas)
Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu:
1. Semua yang membatalkan wudhu’.
2. Murtad.
3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.


(Fasal Lima Belas)
Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu:
1. Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2. Kulit binatang yang disamak.
3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.


(Fasal Enam Belas)
Macam macam najis ada tiga, yaitu:
1. Najis besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3. Najis sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang diatas.


(Fasal Tujuh Belas)
Cara menyucikan najis-najis:
Najis besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
Najis ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:
1. 'Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.


(Fasal Delapan Belas)
Darah haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.



(BAB III)
“SHALAT”

(Fasal Satu)
Udzur( ) sholat:
1. Tidur .
2. Lupa.


(Fasal Dua)
Syarat sah shalat ada delapan, yaitu:
1. Suci dari hadats besar dan kecil.
2. Suci pakaian, badan dan tempat dari najis.
3. Menutup aurat.
4. Menghadap kiblat.
2. Masuk waktu sholat.
3. Mengetahui rukun-rukan sholat.
4. Tidak meyakini bahwa diantara rukun-rukun sholat adalah sunnahnya
5. Menjauhi semua yang membatalkan sholat.
Macam-macam hadats: Hadats ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu’, sedangkan hadats besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.


Macam macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
1. Aurat semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu antara pusar dan lutut.
2. Aurat perempuan merdeka ketika sholat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
3. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
4. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu antara pusar dan lutut.


(Fasal Tiga)
Rukun sholat ada tujuh belas, yaitu:
1. Niat.
2. Takbirotul ihrom (mengucapkan “Allahuakbar).
3. Berdiri bagi yang mampu.
4. Membaca fatihah.
5. Ruku’ (membungkukkan badan).
6. Thuma’ninah (diam sebentar) waktu ruku’.
7. I’tidal (berdiri setelah ruku’).
8. Thuma’ninah (diam sebentar waktu i’tidal).
9. Sujud dua kali.
10. Thuma’ninah (diam sebentar waktu sujud).
11. Duduk diantara dua sujud.
12. Thuma’ninah (diam sebentar ketika duduk).
13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
14. Duduk diwaktu tasyahud.
15. Sholawat (kepada nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).


(Fasal Empat)
Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
3. Jika sholat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li (mengerjakan shalat tersebut), ta’yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah (kefardhuannya).
4. Jika sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab, diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut dan nama sholat yang dikerjakan seperti sunah Rowatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
5. Jika sholat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut saja.
Yang dimaksud dengan qasdul fi’li adalah aku beniat sembahyang (menyenghajanya), dan yang dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur atau asar, adapun fardhiyah adalah niat fardhu.


(Fasal Lima)
Syarat takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:
1. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika berdiri (jika sholat tersebut fardhu).
2. Mengucapkannya dengan bahasa Arab.
3. Menggunakan lafal “Allah”.
4. Menggunakan lafal “Akbar”.
5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
6. Tidak memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
7. Tidak memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
8. Tidak mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf “Ba” tersebut.
9. Tidak menambah huruf “Waw” berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
10. Tidak menambah huruf “Waw” sebelum lafal “Allah”.
11. Tidak berhenti antara dua kalimat sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua kalimat tersebut.
13. Masuk waktu sholat tersebut jika mempuyai waktu.
14. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika menghadap qiblat.
15. Tidak tersalah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
16. Takbirotul ihrom ma’mum sesudah takbiratul ihrom dari imam.


(Fasal Enam)
Syarat-syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
1. Tertib (yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2. Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
3. Memperhatikan makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
4. Tidak lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
5. Membaca semua ayat al-Fatihah.
6. Basmalah termasuk ayat dari al-fatihah.
7. Tidak menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
8. Memabaca surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
9. Mendengar surat al-Fatihah yang dibaca.
10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.


(Fasal Tujuh)
Tempat-tempat tasydid dalam surah al-fatihah ada empat belas, yaitu:
1. Tasydid huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).
2. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (( الرّحمن .
3. Tasydid huruf “Ra’” pada lapal ( الرّحيم).
4. Tasydid “Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
5. Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
6. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
7. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
8. Tasydid huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
9. Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد) ).
10. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
11. Tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
12. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط الّذين ).
13. Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
14. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا الضالين).

(Fasal Delapan)
Tempat disunatkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu:
1. Ketika takbiratul ihram.
2. Ketika Ruku’.
3. Ketika bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
4. Ketika bangkit dari tashahud awal.


(Fasal Sembilan)
Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:
1. Sujud dengan tujuh anggota.
2. Dahi terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
3. Menekan sekedar berat kepala.
4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
5. Tidak sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
6. Meninggikan bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
7. Thuma’ninah pada sujud.



Ketika seseorang sujud anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh, yaitu:
1. Dahi.
2. Bagian dalam dari telapak tangan kanan.
3. Bagian dalam dari telapak tangan kiri.
4. Lutut kaki yang kanan.
5. Lutut kaki yang kiri.
6. Bagian dalam jari-jari kanan.
7. Bagian dalam jari-jari kiri.


(Fasal Sepuluh)
Dalam kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid, enam belas di antaranya terletak di kalimat tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:
1. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
2. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
3. “Almubarakatusshalawat”: harakah tasydid di huruf “Shad”.
4. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “Tha’”.
5. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “ya’”.
6. “Lillaah”: harakah tasydid di “Lam” jalalah.
7. “Assalaam”: di huruf “Sin”.
8. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
9. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Nun”.
10. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
11. “Warohmatullaah”: di “Lam” jalalah.
12. “Wabarakatuh, assalaam”: di huruf “Sin”.
13. “Alainaa wa’alaa I’baadillah”: di “Lam” jalalah.
14. “Asshalihiin”: di huruf shad.
15. “Asyhaduallaa”: di “Lam alif”.
16. “Ilaha Illallaah”: di “Lam alif”.
17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
18. “Waasyhaduanna”: di huruf “Nun”.
19. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Mim”.
20. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Ra’”.
21. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Lam” jalalah.


(Fasal Sebelas)
Sekurang-kurang kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Alloohumma sholliy ’alaa Muhammad.
(Adapun).harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di Muhammad.


(Fasal Dua Belas)
Sekurang-kurang salam yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Assalaamu’alaikum. Adpun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak di huruf “Sin”.


(Fasal Tiga Belas)
Waktu waktu shalat.
1. Waktu shalat dzuhur:
Dimulai dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit kearah barat dan berakhir ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda tersebut.
2. Waktu salat Ashar:
Dimulai ketika bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut dan berakhir ketika matahari terbenam.
3. Waktu shalat Magrib:
Berawal ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam.
4. Waktu shalat Isya
Diawali dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir dengan terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud dengan Fajar shadiq adalah sinar yang membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari selatan ke utara.
5 Waktu shalat Shubuh:
Di mulai dari timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.
Warna sinar matahari yang muncul setelah matahari terbenam ada tiga, yaitu:
Sinar merah, kuning dan putih. Sinar merah muncul ketika magrib sedangkan sinar kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan putih.


(Fasal Empat Belas)
Shalat itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam beberapa waktu, yaitu:
1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5. Sesudah shalat Asar sampai matahari terbenam.


(Fasal Lima Belas)
Tempat saktah (berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu:
1. Antara takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul ihram).
2. Antara doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah SWT dari setan yang terkutuk).
3. Antara ta’awudz dan membaca fatihah.
4. Antara akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
5. Antara ta’min dan membaca surat (qur’an).
6. Antara membaca surat dan ruku’.
Semua tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta’min dan membaca surat, disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah.


(Fasal Enam Belas)
Rukun-rukun yang diwajibkan didalamnya tuma’ninah ada empat, yaitu:
1. Ketika ruku’.
2. Ketika i’tidal.
3. Ketika sujud.
4. Ketika duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).


(Fasal Tujuh Belas)
Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu:
1. Meninggalkan sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika seseorang meniggalkannya).
2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.


(Fasal Delapan Belas)
Ab’adusshalah ada enam, yaitu:
1. Tasyahud awal
2. Duduk tasyahud awal.
3. Shalawat untuk nabi Muhammad SAW ketika tasyahud awal.
4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5. Do’a qunut.
6. Berdiri untuk do’a qunut.
7. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat ketika do’a qunut.


(Fasal Sembilan Belas)
Perkara yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:
1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.


(Fasal Dua Puluh)
Diwajibkan bagi seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:
1- Menjadi Imam juma`t
2- Menjadi imam dalam shalat i`aadah (mengulangi shalat).
3- Menjadi imam shalat nazar berjama`ah
4- Menjadi imam shalat jamak taqdim sebab hujan

(Fasal Dua Puluh Satu)
Syarat – Syarat ma`mum mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu:
1- Tidak mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
2- Tidak meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha` shalat tersebut.
3- Seorang imam tidak menjadi ma`mum .
4- Seorang imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5- Ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam.
6- Harus mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7- Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus hasta.
8- Ma`mum berniat mengikut imam atau niat jama`ah.
9- Shalat imam dan ma`mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10- Ma`mum tidak menyelahi imam dalam perbuata sunnah yang sangat berlainan atau berbeda sekali.
11- Ma`mum harus mengikuti perbuatan imam.

(Fasal Dua Puluh Dua)
Ada lima golongan orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki –laki mengikut laki – laki.
2- Perempuan mengikut laki – laki.
3- Banci mengikut laki – laki.
4- Perempuan mengikut banci.
5- Perempuan mengikut perempuan.

(Fasal Dua Puluh Tiga)
Ada empat golongan orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4- Banci mengikut banci.

(Fasal Dua Puluh Empat)
Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4- Udzurnya terus menerus.

(Fasal Dua Puluh Lima)
Ada dua syarat jamak takhir, yaitu:
1- Niat ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.

(Fasal Dua Puluh Enam)
Ada tujuh syarat qasar, yaitu:
1- Jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari semalam).
2- Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian shalat nya.

(Fasal Dua Puluh Tujuh)
Syarat sah shalat Jum’at ada enam, yaitu:
1. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3. Dilaksanakan secara berjamaah.
4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, baligh dan penduduk asli daerah tersebut.
5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat Jum’at.


(Fasal Dua Puluh Delapan)
Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu:
1. Mengucapkan “الحمد لله” dalam dua khutbah tersebut.
2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
5. Mendo’akan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.


(Fasal Dua Puluh Sembilan)
Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu:
1. Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
2. Pakaian, badan dan tempat bersih dari segala najis.
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat ditambah beberapa detik.
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan yang lain, kecuali duduk).
7. Khutbah dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk asli daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.



(BAB IV)
“Jenazah”

(Fasal Satu)
pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan .

(Fasal Kedua)
Cara memandikan seorang muslim yang meninggal dunia:
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.


(Fasal Ketiga)
Cara mengkafan:
Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.


(Fasal Keempat)
Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:
1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7. Salam.


(Fasal Kelima)
Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.


(Fasal Keenam)
Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:
1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.


(Fasal Ketujuh)
Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.
Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.
Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).


(BAB V)
“Zakat”


(Fasal Satu)
Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.



(BAB VI)
“Puasa”


(Fasal Satu)
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.

(Fasal Kedua)
Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.

(Fasal Ketiga)
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).


(Fasal Keempat)
Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.


(Fasal Kelima)
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.


(Fasal Keenam)
Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.


(Fasal Ketujuh)
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.


(Fasal Kedelapan)
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.

Tamat…
Wallaohu a’lam bishshowaab

Kemudian kami akhiri dengan meminta kepada Tuhan Yang Karim , dengan berkah baginda kita Nabi Muhammad Shollalloohu 'Alayhi wa Sallam yang wasim, supaya mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan ia mengampuniku serta mereka segala kesalahan dan dosa.
Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim yang menjadi utusan Alloh kepada sekalian makhluk Rosulul malahim, kekasih Alloh yang membuka pintu rahmat, menutup pintu kenabian, serta keluarga dan sahabat sekalian.
Walhamdu lillaahi Robbil ’Aalamin...

Kitab Jurumiah...............

الكلامُ : هو اللفظُ المُرَكَّبُ المُفيدُ بالوَضْع، وأقسامُه ثلاثة: اِسمٌ ، وفعلٌ، وحَرفٌ جاءَ لمَعنى.
فالاسم يُعرَفُ بالخَفضِ، والتنوينِ ،ودخولِ الألف واللام، وحروفِ الخَفضِ وهي: مِن، واِلى ،وعَن، وعلى، وفِي ، ورُبَّ، والباءُ، والكافُ، واللامُ، وحروفِ القَسَم وهي:الواو، والباء، والتاء.
والفعلُ يُعرَفُ بقد، والسِّين، وسَوف،وتاء التأنيث الساكنة.
والحرفُ ما لا يَصلُحُ معه دليلُ الاسم ولا دليل الفعل.
باب الإعراب
الإعراب : هو تغيير أواخرِ الكَلِم،لاختلافِ العوامل الداخلة عليها لفظا أو تقديرا، وأقسامُه أربعة : رَفع، ونَصب ، وخَفْض ، وجَزْم.
فللأسماء من ذلك الرفع،والنصب، والخفض، ولا جزم فيها.
وللأفعالِ من ذلك : الرفع ، والنصب، والجزم ولا خَفضَ فيها.
باب معرفة علامات الإعراب
للرفع أربعُ علامات: الضمة ،والواو، والألف، والنون.
فأما الضمة فتكون علامة للرفع في أربعة مواضع : في الاسم المُفرد، وجَمع التكسير، وجمع المؤنث السالم، والفعل المضارع الذي لم يتصل بآخره شيء.
وأما الواو فتكون علامة للرفع في موضعين: في جمع المذكر السالم، والأسماء الخمسة، وهي: أبوك وأخوك وحَمُوك وفُوكَ وذو مالٍ .
وأما الألف فتكون علامة للرفع في تَثْنِيَة الأسماء خاصة. وأما النون فتكون علامة للرفع في الفعل المضارع إذا اتصل به ضمير تثنية، أو ضمير جمع، أو ضمير المؤنَّثَة المُخَاطَبَة.
وللنصب خمس علامات: الفتحة ، والألف، والكسرة ، والياء، وحذف النون.
فأما الفتحةُ فتكون علامةً للنصب في ثلاثة مواضع: في الاسم المفرد ، وجمع التكسير، والفعل المضارع إذا دخل عليه ناصِبٌ ولم يَتَّصل بآخره شيء.
وأما الألف فتكون علامة للنصب في الأسماء الخمسة نحو:رأيتُ أباكَ وأخاكَ ، وما أشبَهَ ذلك.
وأما الكسرة فتكون علامة للنصب في جمع المؤنث السالم. وأما الياء فتكون علامة للنصب في التثنية والجمع.
وأما حذفُ النُّون فيكون علامة للنصب في الأفعال الخمسة التي رفعها بثَبَاتِ النون.
وللخفضِ ثلاثُ علامات: الكسرة، والياء ، والفتحة.
فأما الكسرةُ فتكونُ علامةً للخفضِ في ثلاثة مواضع، في الاسم المفرد المُنصَرِف، وجمع التكسير المُنصَرِف، وجمع المؤنث السالم.
وأما الياء فتكون علامة للخفض في ثلاثة مواضع: في الأسماء الخمسة، وفي التثنية والجمع.
وأما الفتحة فتكون علامة للخفض في الاسم الذي لا ينصَرِف.
وللجَزمِ علامتان: السُّكُون والحَذف، فأما السكون فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع الصحيح الآخر.
وأما الحذف فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع المُعتَلِّ الآخِر، وفي الأفعال الخمسة التي رَفْعُهَا بثَبَات النون.
فصل : المُعرَبات قسمان:قسم يُعرَبُ بالحركات، وقسم يعرب بالحروف.
فالذي يُعرَبُ بالحركاتِ أربَعَةُ أنواع: الاسم المفرد،وجمع التكسير ، وجمع المؤنث السالم، والفعل المضارع الذي لم يتصل بآخره شيء.
وكلها تُرفَعُ بالضمة، وتُنصَبُ بالفتحة، وتُخفَضُ بالكسرة، وتُجزَمُ بالسكون،وخَرَجَ عن ذلك ثلاثةُ أشياء: جمع المؤنث السالم يُنصَبُ بالكسرة، والاسم الذي لا ينصَرِفُ يُخفَضُ بالفتحة، والفعل المضارع المُعتَلُّ الآخِر يُجزَمُ بحذف آخره.
والذي يُعرَبُ بالحروف أربعة أنواع : التثنية،وجمع المُذَكَّر السالم، والأسماء الخمسة، والأفعال الخمسة، وهي: يَفعلانِ، وتَفعلانِ، ويَفعلون، وتفعلون، وتفعلين.
فأما التثنيةُ فتُرفَعُ بالألف ، وتُنصَبُ وتُخفَضُ بالياء.
وأما جمع المذكر السالم فيُرفَعُ بالواو، ويُنصَبُ ويُخفَضُ بالياء.
وأما الأسماء الخمسة فتُرفَعُ بالواو، وتُنصَبُ بالألف، وتُخفَضُ بالياء.
وأما الأفعال الخمسة فتُرفَعُ بالنون وتُنصَبُ وتُجزَمُ بحذفها.
باب الأفعال
الأفعالُ ثلاثة: ماضٍ ، ومُضارعٌ، وأمر، نحو: ضَرَبَ ، ويَضرِبُ ، واضرِبْ.
فالماضي مفتوحُ الآخر أبدا،والأمر مجزومٌ أبدا،والمضارع ما كان في أوله إحدى الزوائدِ الأربعِ التي يجمَعُهَا قولُك: أنَيتُ، وهو مرفوعٌ أبدا، حتى يدخُلَ عليه ناصِبٌ أو جازِم، فالنَّواصبُ عَشَرَة، وهي: أَنْ، ولَنْ، وإذنْ، وكَيْ، ولام كي، ولام الجُحُود، وحتى ، والجوابُ بالفاء والواو وأو.
والجوازِمُ ثمانيةَ عَشَر، وهي: لَمْ، لَمَّا، ألَمْ، ألَمَّا،ولام الأمر والدعاء،ولا في النَّهيِ والدعاء، واِنْ ، وما، ومَنْ، ومهما، واِذْما، وأَيُّ، ومتى، وأَيَّانَ، وأينَ، وأَنَّى ، وحَيثُمَا، وكيفما، وإذا في الشِّعر خاصة.
باب مرفوعات الأسماء
المرفوعاتُ سبعة، وهي: الفاعل ، والمفعول الذي لم يُسَمَّ فاعِلُهُ، والمبتدأ وخبره،واسم كان واخواتها، وخبر إنَّ وأخواتها، والتابع للمرفوع، وهو أربعة أشياء: النَّعتُ، والعطفُ، والتوكيد، والبَدَل.
باب الفاعل
الفاعل:هو الاسم المرفوعُ المذكورُ قبلَهُ فِعلَهُ، وهو على قسمين: ظاهِر ومُضمَر.
فالظاهر نحو قولِك: قام زيدٌ، ويقوم زيدٌ، وقام الزَّيدانِ، ويقومُ الزَّيدانِ، وقامَ الزَّيدونَ، ويقوم الزَّيدون، وقام الرجالُ، ويقومُ الرجالُ، وقامَت هِندُ، وتقومُ هندُ، وقامَتِ الهِندانِ، وتقوم الهندان، وقامت الهِنداتُ ، وتقومُ الهنداتُ، وقامَت الهُنُودُ ، وتقوم الهُنُودُ، وقامَ أخوكَ، ويقوم أخوك، وقامَ غُلامي، ويقومُ غُلامي، وما أشبَهَ ذلك.
والمُضمَر اثنا عشر، نحو قولك: ضَربْتُ، وضربْنَا، وضَرَبْتَ، وضَرَبْتِ، وضربْتُمَا ، وضربْتُم، وضرَبْتُنَّ، وضَرَبَ، وضَرَبَتْ، وضَرَبَا، وضَرَبُوا، وضَرَبْنَ.
باب المفعول الذي لم يُسَمَّ فاعِلُه
وهو الاسم المرفوعُ الذي لم يُذكَر معه فاعلُهُ، فاِن كان الفعل ماضيا ضُمَّ أوَّلُهُ وكُسِرَ ما قبل آخِرِه، واِن كان مضارعا ضُمَّ أولُهُ وفُتِحَ ما قبل آخره، وهو على قسمين: ظاهِرٌ، ومُضمَر، فالظاهر نحو قولك: ضُرِبَ زيدٌ، ويُضرَبُ زيدٌ، وأُكرِمَ عمرٌو، ويُكرَمُ عمرٌو.
والمضمر اثنا عشر، نحو قولك: ضُرِبْتُ، وضُرِبْنَا، وضُرِبْتَ، وضُرِبْتِ، وضُرِبْتُمَا، وضُرِبْتُم، وضُرِبْتُنَّ، وضُرِبَ، وضُرِبَتْ، وضُرِبَا، وضُرِبوا، وضُرِبْنَ.
باب المبتدأ والخبر
المبتدأ : هو الاسم المرفوعُ العاري عن العوامل اللفظية.
والخبر: هو الاسم المرفوع المُسنَدُ إليه، نحو قولِكَ: زيدٌ قائمٌ، والزيدانِ قائمان، والزيدونَ قائمون.
والمبتدأ قسمان: ظاهر ومضمر، فالظاهر ما تقدم ذكره، والمُضمَر اثنا عشر، وهي : أنا ، ونحن، وأنتَ ، وأنتِ، وأنتُما ، وأنتُم، وأنتُنَّ، وهو ، وهي ، وهما ، وهم ، وهُنَّ،نحو قولك: أنا قائمٌ، ونحن قائمون ، وما أشبه ذلك.
والخبر قسمان : مُفرد، وغير مفرد، فالمفرد نحو قولك: زيدٌ قائمٌ، وغير المفرد أربعة أشياء: الجارُّ والمجرور، والظَّرف، والفِعل مع فاعله، والمبتدأ مع خبره، نحو قولك: زيدٌ في الدارِ، وزيدٌ عندَكَ، وزيدٌ قامَ أبوه، وزيدٌ جاريتُهُ ذاهبَةٌ.
باب العواملِ الداخلةِ على المبتدأ والخبر
وهي ثلاثة أشياء: كان وأخواتها، واِنَّ وأخواتها، وظَنَنْتُ وأخواتها.
فأما كان وأخواتها فإنها ترفَعُ الاسمَ وتَنصِبُ الخَبَرَ، وهي: كان، وأمسى، وأصبحَ، وأضحى، وظَلَّ ، وباتَ، وصار، وليس، وما زال، وما انفَكَّ، وما فَتِيءَ، وما بَرِحَ، وما دام، وما تَصَرَّفَ منها، نحو: كان ويكون وكُن،وأصبَحَ ويُصبِحُ وأَصبِحْ، تقول: كان زيدٌ قائماً، وليس عمرٌو شاخِصَاً، وما أشبه ذلك.
وأما إنَّ وأخواتُها فإنها تَنصِبُ الاسمَ وتَرفَعُ الخَبَرَ، وهي: إنَّ، وأَنَّ، ولَكِنَّ، وكَأَنَّ، وليتَ، ولَعَلَّ، تقول: إنَّ زيداً قائمٌ، وليت عَمْراً شاخصٌ ، وما أشبه ذلك.
ومعنى إنَّ وأَنَّ للتوكيد، ولَكِنَّ للاستِدراك، وكَأَنَّ للتشبيه، وليت للتمَنِّي، ولَعَلَّ للتَّرَجِّي والتَّوَقُّع.
وأما ظَنَنتُ وأخواتُها فإنها تَنصِبُ المبتدأَ والخبَرَ على أنهما مفعولان لها، وهي: ظَنَنتُ، وحَسِبتُ، وخِلتُ، وزَعمتُ، ورأيتُ، وعَلِمتُ، ووجَدتُ، واتَّخذتُ، وجَعَلتُ، وسَمعتُ، تقول: ظننتُ زيداً مُنطَلِقَاً، وخِلتُ عَمْرَاً شاخِصَاً، وما أشبه ذلك.
باب النَّعتِ
النَّعتُ تابِعٌ للمنعوت في رَفعِهِ ، ونصبِهِ، وخفضِهِ، وتعريفِهِ، وتنكيرِهِ، تقول: قام زيدٌ العاقلُ، ورأيتُ زيداً العاقلَ، ومررتُ بزيدٍ العاقلِ.
والمَعرِفة خمسة أشياء: الاسم المُضمَرُ، نحو: أنا ، وأنتَ، والاسم العَلَمُ، نحو: زيدٌ ومَكَّةَ، والاسم المُبْهَمُ، نحو: هذا وهذه وهؤلاء، والاسم الذي فيه الألف واللام، نحو: الرجُلُ والغلامُ، وما أُضِيفَ إلى واحد من هذه الأربعة.
والنَّكِرَة كل اسم شائعٍ في جِنسِه لا يَختَصُّ به واحد دون آخر، وتقريبُهُ كلُّ ما صَلَحَ دخولُ الألف واللام عليه، نحو: الرجُلُ والفَرَسُ.
باب العَطفِ
وحروف العطف عَشَرَة، وهي : الواو، والفاء، وثُمَّ، وأو، وأَمْ ، وإمَّا، وبَل، ولا، ولَكِنْ، وحتى في بعض المواضع، فاِن عَطَفْتَ بها على مرفوعٍ رَفَعْتَ، أو على منصوب نَصَبْتَ، أو على مخفوض خَفَضْتَ، أو على مجزوم جَزَمْتَ، تقول: قام زيدٌ وعَمرٌو، ورأيتُ زيداً وعَمراً، ومررتُ بزيدٍ وعَمرٍو، وزيدٌ لم يَقُمْ ولم يَقْعُدْ.
باب التَّوكيدِ
التوكيدُ تابِعٌ للمُؤَكَّدِ في رفعِهِ ، ونَصبِهِ، وخفضِهِ، وتعريفِهِ، ويكونُ بألفاظٍ معلومة، وهي: النَّفْسُ، والعَيْنُ، وكُلٌّ، وأجْمَعُ، وتَوابِعُ أجْمَعَ، وهي: أكْتَعُ، وأبْتَعُ، وأبْصَعُ، تقول: قام زيدٌ نفسُهُ، ورأيتُ القومَ كُلَّهُم، ومررتُ بالقومِ أجمعين.
باب البَدَلِ
إذا أُبدِلَ اسمٌ مِن اسم، أو فعلٌ مِن فعلٍ تَبِعَهُ في جميع إعرابِهِ ، وهو أربعة أقسام: بَدَلُ الشيء مِن الشيء، وبَدَلُ البَعضِ مِن الكُلِّ، وبَدَلُ الاِشتِمَال، وبَدَلُ الغَلَطِ، نحو قولك: قام زيدٌ أخوكَ، وأكلتُ الرغيفَ ثُلُثَهُ، ونفعني زيدٌ عِلمُهُ، ورأيتُ زيداً الفَرَسَ، أردْتَ أن تقولَ الفرسَ فغَلِطتَ فأبدَلتَ زيداً منه.
باب منصوبات الأسماء
المنصوبات خمسة عَشَرَ، وهي: المفعول به، والمَصدَر، وظَرْفُ الزمان، وظرفُ المكان، والحالُ ، والتمييزُ، والمُستَثنَى، واِسم لا، والمُنادَى، والمفعولُ من أجلِهِ، والمفعول مَعَهُ، وخَبَرُ كان وأخواتها، واِسم إنَّ وأخواتها، والتابع للمنصوب ، وهو أربعة أشياء: النعت، والعطف ، والتوكيد، والبدل.
باب المفعول به
وهو الاسمُ المنصوب الذي يقَعُ بِهِ الفِعل، نحو: ضربتُ زيداً، ورَكِبتُ الفَرَسَ، وهو قسمان: ظاهر ومُضمَر، فالظاهر ما تقدم ذكرُه، والمضمر قسمان: مُتَّصِل ، ومُنفَصِل.
فالمتصل اثنا عشر، وهي: ضربَنِي، وضَرَبَنا، وضَرَبَكَ، وضَرَبَكِ، وضَرَبَكُما، وضَرَبَكُم، وضَرَبَكُنَّ، وضَرَبَهُ، وضَرَبَهَا، وضَرَبَهُمَا، وضَرَبَهُم، وضَرَبَهُنَّ.
والمنفصل اثنا عشر، وهي: إيَّاي، وإيَّانا، وإيَّاكَ، وإيَّاكِ، وإيَّاكما، وإيَّاكم، وإيَّاكُنَّ، وإيَّاه، وإيَّاها، وإيَّاهما، وإيَّاهم، وإيَّاهُنَّ.
باب المَصدَرِ
المصدر: هو الاسم المنصوب الذي يجيءُ ثالثا في تصريفِ الفعل، نحو: ضربَ يَضرِبُ ضَرْبَاً، وهو قسمان : لَفظِيٌّ ومَعنَوِيٌّ، فاِنْ وافَقَ لفظُهُ لفظَ فِعلِهِ فهو لفظيٌّ نحو : قَتَلتُهُ قَتْلا، واِنْ وافَقَ معنى فعلِهِ دون لفظِهِ فهو معنويٌّ، نحو: جلستُ قُعوداً، وقُمتُ وقوفاً، وما أشبه ذلك.
باب ظرف الزمان وظرف المكان
ظرفُ الزمان هو اسم الزمان المنصوب بتقدير في، نحو: اليومَ، والليلةَ، وغَدْوَةً، وبُكْرَةً، وسَحَرَاً، وغَدَاً، وعَتَمَةً، وصباحاً، ومساءً، وأبَدَاً، وأمَدَاً، وحيناً، وما أشبه ذلك.
وظرف المكان هو اسم المكان المنصوب بتقدير في، نحو: أمامَ، وخَلْفَ، وقُدَّامَ، ووراءَ، وفَوْقَ، وتَحتَ، وعِندَ، ومَعَ، وإزاء، وحِذَاءَ، وتِلقَاءَ، وهنا، وثَمَّ، وما أشبه ذلك.
باب الحال
الحال هو الاسم المنصوب المُفَسِّرُ لما انْبَهَمَ من الهَيْئاتِ ، نحو قولِكَ: جاء زيدٌ راكِبَاً، وركبتُ الفَرَسَ مُسرَجَاً، ولَقِيتُ عبدَ اللهِ راكِبَاً، وما أشبه ذلك.
ولا يكون الحال إلا نَكِرَةً، ولا يكونُ إلا بعد تمام الكلام، ولا يكون صاحِبُها إلا مَعرِفة.
باب التمييز
التمييز هو الاسم المنصوب المُفَسِّرُ لما انْبَهَمَ من الذَّوَاتِ، نحو قولك:تَصَبَّبَ زيدٌ عَرَقَاً، وتَفَقَّأَ بَكرٌ شَحمَاً، وطابَ محمدٌ نَفْسَاً، واشتريتُ عشرينَ غلاماً، ومَلَكتُ تسعينَ نَعجَةً، وزيدٌ أَكرَمُ منك أَبَاً، وأَجمَلُ منك وجهاً.
ولا يكون التمييز إلا نَكِرَة، ولا يكون إلا بعد تمام الكلام.
باب الاستثناء
وحروف الاستثناء ثمانية، وهي: إلا، وغيرُ، وسِوى، وسُوى، وسَوَاءٌ، وخَلا ، وعَدا، وحاشا.
فالمستثنى باِلا يُنصَبُ إذا كان الكلامُ تاماً موجَبَاً ، نحو: قام القومُ إلا زيداً، وخرج الناسُ إلا عَمرَاً.
واِن كان الكلامُ منفِيَّاً تامَّاً جاز فيه البَدَلُ والنَّصبُ على الاستثناء، نحو: ما قام إلا زيداً واِلا زيدٌ.
واِن كان الكلامُ ناقِصَاً كان على حَسَبِ العوامل، نحو: ما قام إلا زيدٌ، وما ضربتُ إلا زيداً، وما مررتُ إلا بزيدٍ. والمستثنى بغيرِ وسِوى وسُوى ، وسَواءٍ مجرورٌ لا غير. والمُستثنى بِخَلا ، وعَدَا، وحاشا، يجوز نصبُه وجَرُّه ، نحو: قام القومُ خلا زيداً وزيدٍ، وعدا عَمراً وعمرٍو، وحاشا بَكرَاً وبَكرٍ.
باب لا
اِعلم أَنَّ لا تَنصِبُ النَّكِراتِ بغير تنوين إذا باشَرَت النكرةَ ولم تَتَكرَّر لا، نحو: لا رجلَ في الدار.
فان لم تباشِرها وجَبَ الرفعُ ووَجَب تَكرارُ لا ، نحو: لا في الدار رجلٌ ولا امرأةٌ.
فان تكررت لا جازَ إعمالُها وإلغاؤُها، فاِن شئت قلت : لا رجلَ في الدار ولا امرأةَ، واِن شئت قلت: لا رجلٌ في الدار ولا امرأةٌ.
باب المُنادَى
المنادَى خمسة أنواع: المُفردُ العَلَمُ، والنَّكِرة المقصودة، والنَّكِرة غيرُ المقصودة، والمُضاف ، والمُشَبَّهُ بالمضاف. فأما المُفرد العَلَمُ والنَّكِرةُ المقصودة فَيُبْنَيَان على الضَّمِّ مِن غير تنوين، نحو: يا زيدُ ويا رجُلُ.
والثلاثة الباقية منصوبةٌ لا غير.
باب المفعول لأجله
وهو الاسم المنصوب الذي يُذكَرُ بياناً لسبب وقوع الفعل ، نحو قولك: قام زيدٌ إجلالا لعمرٍو،وقصدتُكَ ابتِغَاءَ معروفِكَ.
باب المفعول معه
وهو الاسم المنصوب الذي يُذكَرُ لبيان مَن فُعِلَ معه الفعل، نحو قولك: جاء الأميرُ والجيشَ،واستوى الماءُ والخشبةَ.
وأما خبر كان وأخواتها، واِسم إنَّ وأخواتها، فقد تقدم ذكرُهما في المرفوعات، وكذلك التوابِعُ فقد تَقَدَّمَتْ هناك.
باب مخفوضات الأسماء
المخفوضات ثلاثة أقسام:مخفوضٌ بالحَرفِ، ومخفوضٌ بالإضافة، وتابِعٌ للمَخفوض.
فأما المخفوض بالحرف، فهو ما يُخفَضُ بمِن، واِلى، وعن، وعلى، وفي، ورُبَّ، والباءِ، والكافِ، واللامِ، وبحروفِ القَسَم، وهي: الواو، والباءُ، والتاءُ، وبواو رُبَّ، وبمُذْ، ومُنذ.
وأما ما يُخفَضُ بالإضافة، فنحو قولك: غلامُ زيدٍ، وهو على قسمين: ما يُقَدَّرُ باللام، وما يُقَدَّرُ بِمِن، فالذي يُقَدَّرُ باللام، نحو: غلامُ زيدٍ، والذي يُقَدَّرُ بمِن، نحو: ثَوبُ خَزٍّ، وبابُ ساجٍ، وخاتَمُ حديدٍ.
والله أعلم.
تَمَّ المتنُ وللهِ الحمد

Rabu, 27 April 2011

RPP SKI Kls VII Sem I RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah : MTs ASSALAM Bangilan
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Kebudayaan Islam
Kompetensi Dasar : Menjelaskan pengertian kebudayaan Islam
Menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari Sejarah kebudayaan Islam
Indikator :
- Menyebutkan pengertian Sejarah kebudayaan Islam
- Menunjukkan contoh kebudayaan islam
- Menyebutkan tujuan mempelajari sejarah kebudayaan islam
- Menjelaskan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam

Alokasi Waktu : 4 JP ( 2 x pertemuan )

A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
- Siswa dapat menyebutkan pengertian sejarah kebudayaan Islam
- Siswa dapat menunjukkan contoh kebudayaan Islam
Pertemuan Kedua
- Siswa dapat menyebutkan tujuan mempelajari sejarah kebudayaan Islam
- Siswa dapat Menjelaskan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam

B. Materi
- Sejarah kebudayaan Islam
- Tujuan dan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Diskusi kelompok, pemberian tugas
2. Model pembelajaran : Kooperatif

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
- Apakah setiap manusia mempunyai akal ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah Islam

2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan
3. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
4. Guru mengevaluasi hasil belajar

3. Penutup
1. Guru menawarkan kepada siswa apakah ada materi yang kurang jelas
2. Guru beserta peserta didik menyimpulkan bersama tentang materi pelajaran




Pertemuan Kedua
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
- Apakah setiap manusia mempunyai akal ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah Islam

2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan
3. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
4. Guru mengevaluasi hasil belajar

3. Penutup
1. Guru menawarkan kepada siswa apakah ada materi yang kurang jelas
2. Guru beserta peserta didik menyimpulkan bersama tentang materi pelajaran

F. Penilaian
1. Teknik penilaian : tes lisan
2. Bentuk instrument : uraian, isian, PG
Soal :
1. Jelaskan pengertian dari sejarah kebudayaan Islam !
2. Kebudayaan islam mencapai puncakya pada masa….
3. Salah satu penyebab mundurnya kerajaan Islam adalah…..
a. Penguasa mulai hidup bermewah-mewah
b. Lahirnya beberapa ahli fiqih
c. Bangkitnya kembali budaya Romawi
d. Makin luasnya wilayah Islam
4. Kebudayaan Islam itu ada setelah……. Ada……
5. Apakah tujuan dan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam ?



Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study







RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah : MTs ASSALAM Bangilan
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Kebudayaan Islam
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi bentuk/ wujud kebudayaan Islam

Indikator :
- Menyebutkan contoh/ bentuk kebudayaan Islam
- Membandingkan bentuk/ wujud kebudayaan Islam dan non Islam

Alokasi Waktu : 2 JP ( 1 x pertemuan )

A. Tujuan Pembelajaran
- Siswa dapat menyebutkan contoh bentuk kebudayaan Islam
- Siswa dapat menyebutkan contoh bentuk kebudayaan non Islam

B. Materi
- Bentuk/ wujud kebudayaan Islam

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Diskusi kelompok, pemberian tugas
2. Model pembelajaran : Kooperatif

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
- Adakah perbedaan antara budaya barat dengan timur ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah Islam
2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan
3. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
4. Guru mengevaluasi hasil belajar
3. Penutup
1. Guru menunjuk salah satu kelompok untuk presentasi didepan
2. Guru beserta peserta didik menyimpulkan bersama tentang materi pelajaran

F. Penilaian
Pengamatan yang dilakukan oleh guru pada saat KMB berlangsung


Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study







RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah : MTs ASSALAM Bangilan
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah
Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan dan kemajuan masyarakat
Indikator :
- Menjelaskan misi Nabi sebagai rahmatan lil 'alamin
- Mengidentifikasi cara dakwah Nabi Muhammad di Makkah
- Mengidentifikasi keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah
Alokasi Waktu : 4 JP ( 2 x pertemuan )

A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
- Siswa dapat menjelaskan tugas Nabi sebagai rahmatan lil 'alamin
- Siswa dapat menjelaskan pentingnya ajaran Nabi Muhammad SAW
- Siswa dapat mengamalkan ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW
- Siswa dapat memahami pentingnya ajaran Nabi Muhammad bagi kehidupan manusia aik dunia maupun akhirat
Pertemuan Kedua
- Siswa dapat menjelaskan cara dakwah Nabi Muhammad di Makkah
- Siswa dapat Menjelaskan perjuangan Nabi dalam berdakwah
- Siswa dapat menjelaskan keberhasilan dakwah Nabi Muhammad di Makkah

B. Materi
- Sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Diskusi kelompok, pemberian tugas
2. Model pembelajaran : Kooperatif scipt, Pembelajaran langsung

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
- Siapakah Nabi terakhir ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah Nabi Muhammad

2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan
3. Guru membagi siswa untuk berpasangan
4. Guru memberi tugas pada siswa untuk membuat peta konsep tentang misi Nabi

3. Penutup
1. meminta beberapa siswa untuk presentasi di depan
2. Guru mengevaluasi hasil kerja siswa


Pertemuan Kedua
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberi pertanyaan tentang misi Nabi
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang misi Nabi Muhammad di Makkah

2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa
2. Guru menyajikan materi kepada siswa lewat bahan bacaan
3. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya
4. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa tentang materi

3. Penutup
Guru menunjuk salah satu siswa untuk menjelaskan cara dakwah Nabi di Makkah

F. Penilaian
1. Teknik penilaian : Pengamatan pada saat KBM berlangsung
2. Bentuk instrument : dari hasil kerja siswa
Membuat peta konsep mengenai misi Nabi Muhammad sebagai rahmatan lil 'alamin


Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study







RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah : MTs ASSALAM Bangilan
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah
Kompetensi Dasar : mengambil hikmah dari misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan dan kemajuan masyarakat dikaitkan dengan perkembangan kondisi sekarang
Indikator :
- Menjelaskan hikmah dari misi Nabi sebagai rahmatan lil 'alamin
- Menyebutkan hikmah yang dapat diambil dari misi Nabi Muhammad di Makkah
- Menjelaskan keterkaitan misi dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah dengan perkembangan dakwah sekarang
Alokasi Waktu : 4 JP ( 2 x pertemuan )

A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
- Siswa dapat menjelaskan hikmah dari misi Nabi sebagai rahmatan lil 'alamin
- Siswa dapat menyebutkan hikmah yang dapat diambil dari misi Nabi Muhammad SAW di makkah
Pertemuan Kedua
- Siswa dapat menjelaskan keterkaitan misi Nabi Muhammad dengan perkembangan dakwah sekarang
- Siswa dapat menyebutkan manfaat dari dakwah nabi untuk masa kini dan yang akan datang

B. Materi
- Hikmah dari misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil 'alamin

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Diskusi
2. Model pembelajaran : Kooperatif, Pembelajaran langsung

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
- Apakah setiap manusia mempunyai akal ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang misi Nabi Muhammad

2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa
2. Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan
3. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya
4. Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi yang telah diterima

3. Penutup
1. Guru memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa
2. Guru memberikan saran-saran


Pertemuan Kedua
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberi pertanyaan tentang misi Nabi
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang misi Nabi Muhammad

2. Langkah-langkah
1. Guru membimbing kelompok-kelompok
2. Guru memberi materi yang harus didiskusikan (kemajuan masyarakat Islam di Makkah dikaitkan dengan kondisi sekarang )

3. Penutup
1. Guru secara acak meminta salah satu kelompok untuk presentasi dan ditanggapi peserta lain.
2. Guru memberi saran-saran

F. Penilaian
1. Teknik penilaian : Pengamatan pada saat KBM berlangsung
2. Bentuk instrument : hasil diskusi siswa




Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study







RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah : MTs ASSALAM Bangilan
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah
Kompetensi Dasar : Meneladani perjuangan Nabi dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat makkah
Indikator :
- Menjelaskan keteladanan dari perjuangan Nabi dalam menghadapi masyarakat makkah
- Menjelaskan keteladanan dari perjuangan para sahabat dalam mengadapi masyarakat makkah
- Menjelaskan keterkaitan perjuangan Nabi dengan para sahabatnya
Alokasi Waktu : 6 JP ( 3 x pertemuan )

A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
- Siswa dapat menjelaskan keteladanan dari perjuangan Nabi Muhammad
- Siswa dapat mengambil contoh keteladanan Nabi Muhammad SAW
- Siswa dapat menerapkan keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari
Pertemuan Kedua
- Siswa dapat menjelaskan keteladanan dari perjuangan para sahabat dalam menghadapi masyarakat makkah
- Siswa dapat mengambil contoh keteladanan para sahabat Nabi
- Siswa dapat menerapkan keteladanan para sahabat Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari
Pertemuan Ketiga
- Siswa dapat menjelaskan perjuangan Nabi Muhammad SAW
- Siswa dapat menjelaskan perjuangan para sahabat Nabi Muhammad SAW
- Siswa dapat menjelaskan keterkaitan antara perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya

B. Materi
- Kisah perjuangan Nabi dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat makkah

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Pemberian tugas, diskusi
2. Model pembelajaran : Kooperatif

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Bagaimanakah perjuangan Nabi dalam menyebarkan Islam ?
- Apakah Nabi putus asa dalam menyampaikan ajaran Islam ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah perjuangan Nabi Muhammad

2. Langkah-langkah
1. Guru menyajikan informasi sekilas kepada siswa tentang materi
2. Guru memberikan tugas pada siswa
3. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan tugas

3. Penutup
1. Guru mengambil salah satu tugas siswa untuk dibacakan didepan
2. Guru memberikan tanggapan atas hasil kerja siswa

Pertemuan Kedua
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberi pertanyaan kepada siswa
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW

2. Langkah-langkah
1. Guru menyajikan informasi sekilas kepada siswa tentang materi
2. Guru memberikan tugas kepada siswa
3. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan tugas

3. Penutup
1. Guru mengambil salah satu tugas siswa untuk dibacakan didepan.
2. Guru memberi tanggapan atas hasil kerja siswa

Pertemuan Ketiga
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberi pertanyaan kepada siswa
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW

2. Langkah-langkah
1. Guru memimbing kelompok-kelompok
2. Guru memberikan materi yang harus didiskusikan (keterkaitan perjuangan Nabi dan para sahabatnya.

3. Penutup
1. Guru secara acak meminta salah satu kelompok untuk presentasi dan ditanggapi oleh peserta lain.
2. Guru memberi saran-saran kepada siswa

G. Penilaian
1. Teknik penilaian : Pengamatan pada saat KBM berlangsung
2. Bentuk instrument : Tugas
1. Menyusun cerita singkat dari perjuangan Nabi dan para sahabatnya dalam menghadapi masyarakat makkah
2. Menyusun cerita singkat dari perjuangan para sahabat dalam menghadapi masyarakat makkah
3. Berdiskusi tentang keterkaitan perjuangan Nabi dan para sahabatnya.




Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study







RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah : MTs ASSALAM Bangilan
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah
Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Indikator :
- Menceritakan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam memangun perekonomian masyarakat Madinah
- Mengidentifikasi cara dakwah Nabi Muhammad SAW dalam memangun perekonomian masyarakat Madinah
- Mengidentifikasi keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW dalam membangun perekonomian masyarakat Madinah
Alokasi Waktu : 6 JP ( 3 x pertemuan )



A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
- Siswa dapat menjelaskan perjuangan Nabi Muhammad dalam membangun perekonomian masyarakat Madinah
- Siswa dapat menjelaskan upaya-upaya Nabi dalam membangun perekonomian masyarakat Madinah
- Siswa dapat menjelaskan cobaan-cobaan yang dihadapi Nabi dalam membangun perekonomian masyarakat Madinah
Pertemuan Kedua
- Siswa dapat menjelaskan cara dakwah Nabi dalam membangun perekonomian masyarakat Madinah
- Siswa dapat membuat peta konsep tentag dakwah Nabi dalam membangun perekonomian masyarakat Madinah
Pertemuan Ketiga
- Siswa dapat menjelaskan factor-faktor keberhasilan perjuangan Nabi dalam membangun perekonomian masyarakat Madinah
- Siswa dapat menjelaskan kemajuan masyarakat Madinah dalam bidang ekonomi

B. Materi
- Sejarah perjuangan Nabi SAW periode Madinah

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Pemberian tugas, diskusi
2. Model pembelajaran : Kooperatif, pembelajaran langsung

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama

1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Apakah tugas Nabi hanya seputar masalah agama ?
- Apakah Nabi putus asa dalam menyampaikan ajaran Islam ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah perjuangan Nabi di Madinah

2. Langkah-langkah
1. Guru menyajikan informasi sekilas kepada siswa tentang materi
2. Guru memberikan tugas pada siswa
3. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa

3. Penutup
1. Guru memberikan saran-saran kepada siswa

Pertemuan Kedua
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang perjuangan Nabi di Madinah
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW periode Madinah
2. Langkah-langkah
1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat peta konsep tentang materi
2. Guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaan mereka
3. Guru meminta siswa untuk menanggapi hasil presentasi siswa
3. Penutup
1. Guru memberi tanggapan atas hasil kerja siswa

Pertemuan Ketiga
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberi pertanyaan kepada siswa
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang sejarah perjuangan Nabi periode Madinah

2. Langkah-langkah
1. Guru memimbing kelompok-kelompok
2. Guru memberikan materi yang harus didiskusikan (keterkaitan perjuangan Nabi dalam membangun masyarakat Madinah )
3. Guru membimbing siswa dalam berdiskusi

3. Penutup
1. Tiap kelompok diminta untuk mengumpulkan hasil diskusi.
2. Guru meminta salah satu kelompok untuk presentasi dan ditanggapi oleh peserta lain
3. Guru memberi saran-saran kepada siswa

G. Penilaian
1. Teknik penilaian : Pengamatan pada saat KBM berlangsung
2. Bentuk instrument : Hasil diskusi siswa.





Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study









RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Nama Madrasah : MTs ASSALAM Bangilan
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah
Kompetensi Dasar : mengambil hikmah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan dikaitkan dengan perkembangan kondisi sekarang
Indikator :
- Menjelaskan hikmah dari misi Nabi dalam membangun masyarakat Madinah
- Menjelaskan keterkaitan misi dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah dengan perkembangan dakwah sekarang
Alokasi Waktu : 4 JP ( 2 x pertemuan )


A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
- Siswa dapat menjelaskan hikmah dari misi Nabi dalam membangun masyarakat Madinah
- Siswa dapat menyebutkan hikmah yang dapat diambil dari misi Nabi Muhammad SAW di dalam membangun masyarakat Madinah
Pertemuan Kedua
- Siswa dapat menjelaskan keterkaitan misi Nabi Muhammad dengan perkembangan dakwah sekarang
- Siswa dapat menyebutkan manfaat dari dakwah nabi untuk masa kini dan yang akan datang

B. Materi
- Hikmah dari misi Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat Madinah

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Diskusi
2. Model pembelajaran : Kooperatif, Pembelajaran langsung

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
- Apakah setiap perbuatan manusia ada hikmahnya ?
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang misi Nabi Muhammad

2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai siswa
2. Guru membantu siswa dalam pembentukan kelompok diskusi
3. Guru mengamati jalannya diskusi

3. Penutup
1. Guru menunjuk salah satu kelompok untuk presentasi
2. Guru memberikan saran-saran


Pertemuan Kedua
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberi pertanyaan kepada siswa
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang misi dakwah Nabi Muhammad

2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan sedikit materi berkaitan dengan tugas
2. Guru memberi tugas kepada siswa (mencari keterkaitan misi dakwah Nabi di Madinah dengan perkembangan dakwah sekarang di majalah, Koran, internet dll )

3. Penutup
1. Guru mengevaluasi hasil tugas siswa
2. Guru memberi saran-saran

F. Penilaian
1. Teknik penilaian : Pengamatan pada saat KBM berlangsung
2. Bentuk instrument : hasil diskusi siswa


Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study







RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah : V
Mata Pelajaran : SKI
Kelas/ Semester : VII/ Ganjil
Standart Kompetensi : Memahami Sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah
Kompetensi Dasar : Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah
Indikator :
- Menjelaskan semangat perjuangan Nabi di Madinah
- Menjelaskan semangat perjuangan para sahabat Nabi di Madinah
- Menunjukkan semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah
Alokasi Waktu : 4 JP ( 2 x pertemuan )

A. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
- Siswa dapat menjelaskan semangat perjuangan Nabi di Madinah
- Siswa dapat menjelaskan rintangan-rintangan yang dihadapi Nabi dalam berdakwah
- Siswa dapat menjelaskan semangat perjuangan para sahabat di Madinah
- Siswa dapat menjelaskan rintangan-rintangan yang dihadapi para sahabat dalam berdakwah
Pertemuan Kedua
- Siswa dapat menjelaskan semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah
- Siswa dapat menunjukkan perbedaan semangat perjuangan pada masa Nabi dan para sahabat

B. Materi
- Kisah teladan dari perjuangan Nabi dan para sahabat

C. Metode/ Model pembelajaran
1. Metode : Diskusi
2. Model pembelajaran : Kooperatif, Pembelajaran langsung

D. Sumber Belajar
1. Buku SKI Depag
2. SKI Tiga Serangkai
3. Sejarah hidup Nabi Muhammad
4. Ensiklopedi Islam

E. Kegiatan Inti
Pertemuan Pertama
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Secara klasikal guru memberikan pertanyaan kepada siswa
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang misi Nabi Muhammad
2. Langkah-langkah
1. Guru menyampaikan sedikit materi erkaitan dengan tugas
2. Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya
3. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa
3. Penutup
1. Guru meminta salah satu siswa untuk merumuskan materi
2. Guru memberikan saran-saran

Pertemuan Kedua
1. Pendahuluan
a. Apresiasi dan motifasi
- Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
b. Prasyarat
- Siswa telah menerima pelajaran tentang misi dakwah Nabi Muhammad

2. Langkah-langkah
1. Guru memberi tugas kepada siswa
2. Guru mengamati siswa dalam mengerjakan tugas

3. Penutup
1. Guru mengevaluasi hasil kerja siswa
2. Guru memberi saran-saran

F. Penilaian
1. Teknik penilaian : Pengamatan pada saat KBM berlangsung
2. Bentuk instrument : Tes Tulis
Soal :
a. Jelaskan semangat perjuangan Nabi selama berdakwah di Madinah !
b. Apakah semangat orang-orang Islam menjadi kendur sepeninggal Nabi ? Jelaskan !
c. Bagaimanakah reaksi orang-orang Madinah pada saat pertama kali Islam datang ?
d. Apakah Nabi berdakwah hanya sebatas masalah agama ?
e. Bagaimanakah peran para sahabat alam meneruskan perjuangan Nabi ?





Mengetahui
Kepala Madrasah




Tuban, ………

Guru Bidang Study