Jumat, 03 Februari 2012

Guru Sebagai Pembimbing

        Istilah "pembimbing" berasal dari kata "bimbing" yang berarti "pimpin", "asuh", "tuntun". Membimbing sama dengan menuntun, seperti seorang dewasa yang sedang menuntun anak kecil atau anak yang baru belajar berjalan. Orang dewasa itu dapat membawa anak itu ke mana saja dikehendakinya. Demikian juga seorang guru adalah seorang pembimbing sekaligus penunjuk jalan dalam proses belajar mengajar, mengingat kelebihan pengalaman dan pengetahuannya. Dalam hal ini guru bertugas membimbing anak didiknya kepada tujuan pendidikan. Dengan kata lain, bimbingan merupakan suatu upaya untuk membantu para siswa dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
         Setidak-tidaknya ada tiga hal yang perlu diketahui oleh seorang guru Kristen berkaitan dengan perannya sebagai pembimbing di dalam proses belajar mengajar di kelas.
      Pertama, merencanakan program pelajaran sedemikian rupa sehingga menarik anak didik untuk mau belajar. Hal ini masih belum dilakukan oleh semua guru karena masih banyak keluhan dari murid-murid yang mengatakan tidak suka dengan suatu pelajaran karena guru tidak membawakannya dengan menarik. Oleh karena itu, kecakapan seorang guru dalam menyederhanakan pelajaran atau persoalan yang sukar mutlak diperlukan. Guru yang profesional harus dapat merumuskan hal- hal yang dipelajari dengan istilah yang sederhana sekaligus menyederhanakan suatu perkara sehingga dapat dipahami oleh anak didik.
           Kedua, ia harus mengusahakan agar imajinasi anak didiknya turut aktif dalam proses belajar mengajar. Untuk mempelajari sesuatu, seseorang harus berpikir. Ada dua proses berpikir dasar, yaitu proses "meneruskan" dan "menghubungkan". Meneruskan, berarti melanjutkan, menuntut adanya sesuatu yang diteruskan. Sedangkan menghubungkan berarti memulai dengan dua gagasan yang terpisah dan berusaha menemukan jalan untuk menghubungkan keduanya. Kelancaran kedua proses ini sangat bergantung kepada imajinasi. Di dalam proses "meneruskan", kemudahan suatu gagasan untuk mengikuti gagasan yang lain bergantung kepada imajinasi. Demikian pula dalam proses "menghubungkan", imajinasi memberikan bentangan yang baik bagi titik tolak dan tujuan sehingga suatu hubungan dapat ditemukan dengan mudah.
         Dari penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa imajinasi sangat berperan dalam proses belajar mengajar. Dengan imajinasi anak didik dapat membayangkan apa yang sedang diterangkan guru dengan sangat hidup sehingga apa yang dimaksud guru dapat cepat dimengerti dan dipahami.
         Ketiga, sebagai pembimbing, guru juga harus menyadari bahwa dia bertanggung jawab untuk membuat penilaian (evaluasi) terhadap proses belajar mengajar yang telah dilaksanakannya. Hal ini perlu dan sangat berarti, baik bagi siswa maupun bagi guru itu sendiri. Lewat evaluasi, seorang siswa dapat mengetahui sejauh mana ia berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Jika hasilnya memuaskan dan menyenangkan, tentu ia ingin memperolehnya lagi pada kesempatan lain. Akibatnya, motivasi siswa untuk belajar akan semakin besar. Namun, keadaan sebaliknya juga dapat terjadi. Seorang siswa yang sudah merasa puas dengan hasil yang diterima bisa saja mengendurkan kegigihannya. Kemungkinan lainnya ialah jika hasil yang diperoleh belum memuaskan, siswa akan terdorong untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan, meskipun penilaian ini bisa saja menimbulkan keputusasaan.
        Dengan evaluasi, guru dapat mengetahui siswa-siswa yang sudah berhasil maupun yang belum berhasil menguasai bahan. Dengan mengetahui hal itu, ia dapat memusatkan perhatian untuk menolong siswa yang belum berhasil.
      Dengan evaluasi, guru juga dapat mengetahui apakah materi yang diajarkan dan metode yang digunakannya sudah tepat atau belum. Selain itu, evaluasi juga berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu program belajar mengajar berhasil diterapkan serta sampai sejauh mana tujuan sudah tercapai sehingga guru dapat merencanakan perbaikan-perbaikan yang dianggap perlu.
          Peran guru sebagai pembimbing ini tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Untuk dapat memerankannya guru Kristen harus memahami perkembangan anak didiknya secara umum. Salah satu ciri anak didik pada usia remaja adalah keadaan mereka yang labil dan mudah terombang-ambing. Mereka berada dalam masa pencarian identitas diri. Untuk mendapatkannya, mereka mencari orang yang dipandang layak untuk dijadikan "pahlawan/idola". Jika seseorang atau sekelompok orang yang dijadikan pahlawan itu berada pada sisi yang salah/tidak benar, remaja atau kelompok remaja itu pun akan terbawa-bawa dalam hal yang buruk.
           Menghadapi situasi seperti ini, guru Kristen tidak akan luput dari sorotan/pengamatan anak didik. Oleh karena itu, guru Kristen dituntut untuk hidup selaras/sepadan dengan apa yang diajarkan dan dinasihatkannya, terlebih dengan firman Tuhan. Sebagai pembimbing, guru Kristen juga harus berupaya untuk memberikan pengajaran yang benar dan jujur. Ia harus menyediakan dirinya untuk menjadi contoh, teladan, serta panutan bagi anak didiknya.
          Lalu teladan apa yang patut diberikan pembimbing terhadap anak didiknya? J. Reginal Hill mengatakan jika guru Kristen benar-benar berhasrat untuk membawa anak didiknya kepada Kristus, baiklah ia mulai memberikan apa yang dimilikinya. Hal utama yang harus dimiliki oleh guru Kristen adalah keselamatan jiwanya. Namun, tidaklah cukup sampai di situ karena iman yang bertumbuh diwujudkan dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan. Karena itu, seorang guru Kristen yang sedang bertumbuh imannya harus menampilkan kesucian dalam hidupnya. Tanpa kesucian ini sia- sialah pemberitaannya, nasihat-nasihatnya, teguran-teguran bahkan pengajarannya.
          Guru Kristen adalah penuntun dan penunjuk jalan kepada tujuan yang belum diketahui anak didik. Agar tuntunan dan petunjuknya dapat dipercaya, anak didik harus lebih dahulu melihat kehidupan dan teladan guru tersebut; apakah guru dapat dijadikan contoh atau teladan. Setelah mereka melihat dan percaya, barulah guru dapat menjadi penunjuk jalan dan bukan hanya sebagai rambu lalu lintas. Rambu lalu lintas hanya menunjukkan jalan, tetapi tidak dapat pergi sendiri, sedangkan seorang penunjuk jalan berjalan di depan mereka yang hendak diantarnya.
         Peran guru sebagai teladan ini sangat mendukung proses bimbingan. Sikap Rasul Paulus yang telah menjadi teladan bagi Timotius adalah contoh yang nyata. Timotius, anak didik sekaligus pendamping dalam perjalanan dan pelayanan Paulus, dapat melihat kehidupan gurunya dengan jelas. Ia melihat betapa selarasnya kehidupan Paulus dengan pengajaran yang diberikannya kepada Timotius. Paulus memberikan teladan yang baik kepada Timotius sehingga Timotius pun terbeban untuk melayani Tuhan bersama-sama dengan Paulus. Teladan Paulus sekaligus menjadi pelajaran yang hidup bagi Timotius. Hasilnya, bimbingan yang dilaksanakan oleh Paulus terhadap Timotius mencapai tujuan yang maksimal, yaitu menjadikan Timotius pelayan Tuhan.
        Kita telah mengetahui bahwa bimbingan merupakan suatu upaya untuk membantu para siswa dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Di samping itu, bimbingan tersebut juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih luhur, yakni hidup baru dalam Kristus. Bahkan lebih jauh lagi, yaitu sampai pada perubahan hidup anak didik, yang terwujud dalam sikap dan mental yang menghormati Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari.
         Upaya membantu anak didik dalam mencapai tujuan luhur itu tidak dapat diremehkan oleh guru Kristen mengingat anak didik pun memiliki serta mengalami masalah, baik di rumah maupun di sekolah. Masalah itu dapat berupa tekanan dari orang tua yang menuntut anaknya untuk bersikap baik dan sopan sementara pihak orang tua tidak mengajarkan atau memberi contoh bagaimana seharusnya bersikap baik dan sopan. Bahkan ada orang tua yang membiarkan begitu saja sehingga tidak ada perhatian dari pihak orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga tidak tersisa waktu untuk membantu anaknya menyelesaikan pekerjaan rumahnya.
         Masalah anak didik juga dapat muncul dari lingkungan sekolah. Ada anak didik yang tidak mampu menerima pelajaran secepat temannya. Bagi sebagian anak hal ini akan memengaruhi semangat belajarnya, juga harga dirinya.
        Oleh karena itu, seorang guru harus peka dan bersikap terbuka untuk menolong dan membimbing penyelesaian masalah anak-anaknya. Pulias dan Young menegaskan bahwa seorang guru hendaklah mengenal murid- muridnya sedalam-dalamnya. Pengenalan yang dalam ini meliputi pengenalan akan kemampuan mereka, sampai sejauh mana tingkat kemampuan anak didik yang satu dengan anak didik lainnya. Hal lain yang perlu dikenal oleh guru Kristen sebagai pembimbing adalah tingkat perkembangan yang sesuai dengan tingkat usia murid, juga kelemahan-kelemahan serta minat khusus murid. Semakin dalam guru mengenal muridnya, semakin mampu pula ia membimbing mereka. Dengan demikian, ia akan mampu mengaitkan pengetahuan mata pelajaran yang diajarkannya dengan keperluan dan minat khusus murid-muridnya.

Manfaat Berdoa


BERDOA -- yang secara etimologis berarti "meminta kepada Allah" -- mempunyai tujuan-tujuan yang bukan saja bersifat ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi. karena doa bukanlah untuk kepentingan Allah melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Kalaupun kita berdoa untuk memohon segala "sesuatu yang kita butuhkan", "yang kita inginkan" ataupun hanya "untuk menenangkan diri dari segala kesusahan", namun doa mempunyai beberapa faidah yang tak terhingga.


Syekh Sayyid Tantawi, syaikhul Azhar di Mesir, merangkum manfaat doa itu dalam tiga poin:

Pertama:
 doa berfungsi untuk menunjukkan keagungan Allah swt kepada hamba-hambaNya yang lemah. Dengan doa seorang hamba menyadari bahwa hanya Allah yang memberinya nikmat, menerima taubat, yang memperkenankan doa-doanya. Allah swt. berfirman:
…atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati-Nya (QS. An Naml:62).

Tak ada satupun anugerah yang bisa diberikan kecuali oleh Allah swt yang Maha Pemberi, yang membuka pintu harapan bagi hamba-hamba-Nya yang berdosa sehingga sang hamba tidak dihadapkan pada keputusasaan. Bukankah Allah swt berjanji akan selalu mengabulkan doa hamba-hambaNya? "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu". (QS Ghafir: 60)

Janji Allah untuk mengabulkan doa kita merupakan tahrid (motivasi) untuk bersegera berbuat baik, dan tarbiyah (mendidik) agar kita mengakui dan merasakan nikmat Allah sehingga jiwa kita semakin terdorong untuk selalu bersyukur. Sebab rasa syukur itu pula yang mendorongnya untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah.

Kedua yaitu, doa mengajari kita agar merasa malu kepada Allah. Sebab manakala ia tahu bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya, maka tentu saja ia malu untuk mengingkari nikmat-nikmatNya.
Bahkan manakala manusia sudah berada dalam puncak keimanan yang kuat sekalipun, maka ia akan lebih dekat lagi (taqarrub) untuk mensyukuri nikmat-Nya. Hal ini dicontohkan oleh nabi Sulaiman as. ketika berdoa:
 "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi." (QS. An Naml: 35).

Maka Allah pun mengabulkannya. Nabi Sulaiman bertanya kepada semua makhluk siapa yang mampu memindahkan singgasana Balqis ke hadapannya. Salah satu ifrit yang tunduk atas perintah nabi Sulaiman berkata: "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya".
 
Ternyata benar, ifrit dari golongan jin itu datang membawa singgasana Balqis dari Saba (Yaman) ke Syria tidak kurang dari kedipan mata. Menyaksikan nikmat yang ada di "hadapannya", nabi Sulaiman lantas berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Ketiga
 adalah mengalihkan hiruk-pikuk kehidupan dunia ke haribaan tafakur dan kekudusan munajat ke hadirat Allah swt, memutuskan syahwat duniawi yang fana menuju ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Wallahu a'lam.

Teori Kepribadian Abraham Maslow

Maslow dilahirkan pada tahun 1908 di Brooklyn, New York. Dia anak sulung dari tujuh bersaudara. Pada waktu itu Maslow berusia 14 tahun, orang tuanya berimigrasi dari Rusia menuju Amerika Serikat. Dalam perjalanan hidupnya, Maslow berkembang dalam iklim keluarga yang kurang menyenangkan. Dia merasa bahagia dan terisolasi, karena orang tuanya tidak memberikan kash sayang, ayahnya bersikap dingin dan tidak akrab, dan sering tidak ada di rumah dalam waktu yang cukup lama. Ibunya seorang yang sangat dipercaya akan takhayul, yang sering mengkuhum Maslow gara-gara salah kecil saja. Dia membenci, menolak dan lebih mencintai saudaranya daripada mencintai Maslow.
Pada suatu hari, Maslow membawa dua anak kucing yang tersesat, ibunya membunuh kedua kucing tersebut, kemudian ibunya menampar dan membenturkan kepala Maslow ke tembok. Perlakuan ibunya kepada Maslow memberikan dampak yang serius bagi dirinya, tidak hanya kepada kehidupan emosionalnya, tetapi juga pada pekerjaannya dalam psikologi.
  1. Hirarki Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa motivasi manusia diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki kebutuhan, yaitu suatu susunan kebutuhn yang sistematis, suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya muncul. Kebutuhan ini bersifat instinktif yang mengaktifkan atau mengarahkan perilaku manusia. Meskipun kebutuhan itu bersifat instinktif, namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam cara memuaskannya. Kebutuhan itu mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut.

1)      Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasra, kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman , seks, istirahat (tidur), dan oksigen. Maslow mengemukakan bahwa manusia adalah binatang yang berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Apabila suatu hasrat itu telah terpuaskan, maka hasrat lain muncul sebagai pengggantinya.

2)      Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak, remaja, maupun dewasa. Pada anak kebutuhan akan rasa aman ini nampak dengan jelas, sebab mereka suka mereaksi secara langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Agar kebutuhan anak akan rasa aman ini terpenuhi, maka perlu diciptakan iklim kehidupan yang memberi kebebasan untuk berekspresi. Namun pemberian kebebasan untuk berekspresi atau berperilaku itu perlu bimbngan dari orang tua, karena anak belum memiliki kemampuan untuk mengarahkan perilakunya secara tepat dan benar. Pada orang dewasa, kebutuhan ini memotivasinya untuk mrncari kerja, menjadi peserta asuransi, atau menabung uang. Orang dewasa yang sehat mentalnya, ditandai dengan perasaan aman, bebas dari rasa takut dan cemas. Sementara yang tidak sehat ditandai dengan perasaan seolah-olah selalu dalam keadaan terancam bencana besar.
3)      Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
Apabila kebutuhan fisiologis dan rasa aman sudah terpenuhi, maka individu mengembangkan kebutuhan untuk diakui dan disayangi atau dicintai. Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti: persahabatan, percintaan, atau pergaulan yang lebih luas. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari pengakuan, dan curahan kasih sayang dari orang lain, baik dari orang tua, saudara, guru, pimpinan, teman, atau orang dewasa lainnya.
Kebutuhan untuk diakui lebih sulit untuk dipuaskan pada suasana masyarakat yang mobilisasinya sangat cepat, terutama di kota besar, yang gaya hidupnya sudah bersifat individualistik. Hidup bertetangga, aktif di organisasi, atau persahabatn dapat memberikan kepuasan akan kebutuhan ini.
Kebutuhan kan kasih sayang, atau mencintai dan dicintai dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan orang lain. Maslow membedakan antara cinta dengan seks, meskipundiakuinya bahwa seks merupakan salah satu cara pernyataan kebutuhan cinta. Dia sepentapat dengan Rogers yaitu: keadaan dimengerti secara mendalan dan diterima dengan sepenuh hati. Maslow berpendapat bahwa kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan cinta atau kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional atau maladjustment.
4)      Kebutuhan Pengahrgaan
Jika seseorang telah merasa dicintai atau diakui, maka orang itu akan mengembangkan kebutuhan perasaan berharga. Kebutuhan ini meliputi dua kategori, yaitu: (a) harga diri meliputi kepercayaan diri, kompetensi, kecukupan, prestasi, dan kebebasan; (b) penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, perhatian, prestise, respek, dan kedudukan (status).  Memperoleh kepuasan dari kebutuhan ini memunhkinkan individu memiliki rasa perccaya diri akan kemampuan dan penampilannya; menjadi lebih kompeten; dan produktif dalam semua aspek kehidupan. Sebaliknya apabila seseorang mengalami kegagalan dalam memperoleh kepuasan atau mengalami lack of self-esteem maka dia akan mengalami rendah diri,tidak berdaya, tidak bersemangat, dan kurang percaya diri terhadap kemampuannya untuk mengetasi masalah kehidupan yang dihadapinya.
5)      Kebutuhan Kognitif
Secara alamiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (memperoleh pengetahuan, atau pengalaman tentang sesuatu). Hasrat ini mulai berkembang sejak akhir usia bayi dan awal masa anak, yang diekspresikan sebagai rasa ingin tahunya dalam bentuk pengajuan pertanyaan tentang berbagai hal, baik diri maupun lingkungannya. Rasa ingin tahu ini biasanya terhambat perkembangannya oleh lingkungan, baik kkeluarga maupun sekolah. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan menghambat pencapaian perkembangan kepribadian secara penuh. Menurut Maslow, rasa ingin tahu ini merupakan cirri mental yang sehat. Kebutuhan kognitif ini diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan, mencari sesuatu atau suasana baru dan meneliti.
6)      Kebutuhan Estetika
Kebutuhan estetik (order and beauty) merupakan cirri orang yang sehat mentalnya. Melalui kebutuhan inilah manusia dapat mengembangkan kretivitasnya dalam bidang seni (lukis, rupa, patung, dan grafis), arsitektur, tata busana, dan tata rias. Di samping itu orang yng sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan keteraturan, keserasian, atau keharmonisan dalam setiap aspek kehidupannya, seperti dalam cara berpakaian (rapi dengan keterpaduan warna yang serasi), dan pemeliharaan ketertiban lalu lintas. Orang yang kurang sehat mentalnya, atau sedang mengalami gangguan emosional, dan stress biasanya kurang memeperhatikan kebersihan, dan kurang apresiatif terhadap keteraturan dan keindahan.
7)      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan puncak dari hirarki kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan kapasitas secara penuh. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi itu. Walaupun kebutuhan lainnya terpenuhi, namun apabila kebutuhan katualisasi diri tidak terpenuhi, tidak mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawaannya secara penuh, maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidaktenangan, atau frustasi.
  1. Kepribadian yang Sehat
Maslow berpendapat bahea seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan  dirinya sebagai dirinya secara penuh (self-actualizing person). Dia mengemukakan teori motivasi bagi self-actualizing person dengan nama metemotivation, meta-needs, B-motivation, atau being values (kebutuhan untuk berkembang). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan dirinya tidak termotivasi untuk mengejar sesuatu (tujuan) yang khusus, mereduksi ketenangan, atau memuaskan suatu kekurangan. Mereka secara menyeluruh tujuannya akan memperkaya, memperluas kehidupannya dan mengurangi keterangan melalui bermacam-macam pengalaman yang menantang. Dia berusaha untuk mengembangkan potensinya secara maksimal, dengan memperhatikan lingkungannya. Dia juga berada dalam keadaan  menjadi yaitu spontan, alami, dan senang mengekspresikan potensinya secara penuh.
Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, dia dinamai D-motivation atau Deficiency. Tipe motivasi ini cenderung mengejar hal yang khusus untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan untuk memenuhi rasa lapar. Ini berarti bahwa kebutuhan khusus (lapar) untuk tujuan yang khusus (makanan) menghasilkan motivasi untuk memperoleh sesuatu yang dirasakannya kurang (mencari makanan). Motif ini tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, tetapi juga rasa aman, cinta kasih, dan penghargaan.
Terkait dengan metaneeds, Maslow selanjutnya mengatakan bahwa kegagaln dalam memuaskannya akan berdampak kurang baik bagi individu, sebab dapat menggagalkan pemuasan kebutuhan yang lainnya, dan juga melahirkan metapatologi yang dapat merintangi perkembangannya. Metapatologi merintangi self-actualizers untuk mengekspresikan, menggunakan, memenuhi potensinya, merasa tidak berdaya, dan depresi. Individu tidak mampu mengidentifikasi sumber penyebab khusus dari masalah yang dihadapinya dan usaha untuk mengatasinya.
Mengenai self-actualizing person, atau orang yang sehat mentalnya, Maslow mengemukakan cirri-cirinya sebagai berikut.
1)      Mempersepsi kehidupan atau dunianya sebagaimana apa adanya, dan merasa nyaman dalam menjalaninya.
2)      Menerima dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
3)      Bersikap mandiri atau independent.
4)      Memiliki apresiasi yang segar terhadap linkungan di sekitarnya.
5)      Memiliki minat social: simpati, empati, dan altruis.
6)      Bersikap demokratis (toleran, tidak rasialis, dan terbuka).
7)      Kreatif (fleksibel, spontan, terbuka, dan tidak takut salah).

Pandangannya terhadap hakikat manusia, Maslow berpendapat bahwa manusia itu bersifat optimistik, bebas berkahendak, sadar dalam memilih, unik, dapat mengatasi pengalaman masa kecil, dan baik. Menurut dia, kepribadian itu dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan.
Dalam kaitannya dengan peran lingkungan, khususnya sekolah dalam mengembangkan self-actualization, Maslow mengemukakan beberapa upaya yang seyogianya dilakukan oleh sekolah (dalam hal ini guru-guru) yaitu sebagai berikut.
1)      Membantu siswa dalam menemukan identitasnya (jati dirinya) sendiri.
2)      Membantu siswa untuk mengeksplorasi pekerjaan.
3)      Membantu siswa untuk memahami keterbatasan (nasib) dirinya.
4)      Membantu siswa untuk meperoleh pemahaman tentang nilai-nilai.
5)      Membantu siswa agar memahami bahwa hidup ini berharga.
6)      Mendorong siswa agar mencapai pengalaman puncak dalam kehidupannya.
7)      Memfasilitasi siswa agar dapat memuaskan kebutuhan dasarnya (rasa aman, rasa berharga, dan rasa diakui).