Target dan Tujuan:
- Peserta pemahami sejarah
pertumbuhan teori kapitalisme hingga Ne-Liberalisme;
- Peserta memahami tokoh-tokoh
dan pemikirannya serta prinsip-prinsip teori kapitalisme;
- Peserta dapat melihat secara
kritis terhadap ideology Kapitalisme;
- Peserta dapat memahami dan
menyadari dampak negative ideology Kapitalisme;
- Peserta dapat memahami dan
menganalisa secara kritis masuknya ideologi kapitalisme hingga
neo-liberalisme ke Indonesia
Pokok
bahasan :
- Definisi ideologi
- Sejarah kelahiran ideologi
dunia
- Masuknya ideologi
Neo-Liberalisme ke Indonesia
A. Definisi
ideologi
Awalnya istilah “idiologi” dimaksudkan oleh penciptanya.
Destrut de Tracy (1796) dkk, sebagai “Ilmu ide” yang diharapkan mampu membawa
perubahan institusional, mulai dari pembaharuan menyeluruh atas sekolah-sekolah
di Prancis. Tracy
memberikan definisi ideologi adalah suatu sistem ide, yang mencoba melepaskan
diri dari hal-hal metafisis.
Memang harus diakui
bahwa tidak ada kesepakatan oleh para ahli mengenai definisi kapitalisme, akan
tetapi mereka umumnya sepakat bahwa kapitalisme adalah satu sistem ekonomi yang
berlandaskan pada filsafat individualisme-liberalisme yang memiliki implikasi
kebebasan manusia untuk mengekploitasi apapun yang dapat menguntungkan individu
tersebut. Para ideolog untuk kurun waktu tertentu menikmati posisi
pembuat kebijakan dalam kelas II (ilmu-ilmu moral dan politik) di Institut
Nasional. Tetapi pertentangan dengan Napoleon, menyebabkan Napoleon Banaparte
(penuh mistik) berusaha untuk menghapus usaha pembaharuan dalam institut
(1802-1803). Ia mencap anggota-anggotanya sebagai tukang khayal tak berguna dan
membuat mereka bahan cemooh. Ideologi juga bisa diartikan sebagai seperangkat
sistem dan tata nilai dari berbagai kesepakatan-kesepakatan, yang harus ditaati
dalam sebuah kelompok sosial. Idiologi adalah motivasi bagi praksis sosial yang
memberikan pembenaran dan mendorong suatu tindakan. Ideologi mendorong untuk
menunjukkan bahwa kelompok sosial yang diyakininya mempunyai alasan untuk ada.
Dalam sejarahnya
pertarungan sosial dan politik, ideologi juga tidak jarang banyak mengorbankan
ribuan bahkan jutaan nyawa demi sebuah perjuangan membela ideologi, apalagi
kalau ideologi sudah masuk pada ranah politik dan kekuasaan. Demi sebuah
ideologi, 600.000 orang tewas karena terlibat (atau tertuduh) sebagai PKI dalam
aksi “balas dendam” yang legal setelah tragedi 30
September 1965 di Indonesia. Kemunculan tiga arus besar ideologi dunia (baca:
kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan fasisme) serta perkembangan dahsyat
gerakan sosial dan ilmu pengetahuan yang diikuti oleh munculnya teori-teori
baru beserta prediksi-prediksi ilmiah mau tidak mau menyeret wacana ideologi
dalam perbincangan hangat di kalangan kaum intelektual. Tapi menjadi agak
mustahil membincangkan ideologi dalam kerangka konseptualnya tanpa memahami
lebih dahulu bagaimana sejarah yang telah menyusunya. Dengan pelan-pelan meski
sangat sederhana, mari kita membuka catatan-catan sejarah itu.
B. Sejarah
ideologi dunia
Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya paling tidak terdapat tiga arus besar ideologi dunia, yakni
kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan fasisme.
1. Kapitalisme
Karl Marx membagi peradaban umat manusia
dalam analisis prediktifnya dari mulai masyarakat Primitif/Tradisional ke Feodal ke Kapitalis ke Sosialis/Komunis. Akan
tetapi dalam gerak laju sejarahnya, ternyata analisisnya Karl Marx meleset.
Hingga hari ini ternyata kemenangan dari semua ideologi dunia adalah
Kapitalisme Liberal (Baca:Francis
Fukuhama). Awal munculnya kapitalisme yang fenomena historisnya ditemukan
oleh Karl Marx kemudian menjadi sebuah sistem dunia, dapat dilacak dari
terjadinya transisi historis zaman feodalisme. Tepatnya pada akhir abad XIV
awal abad XV ketika orang-orang Eropa berhasil mengatasi persoalan hambatan
geografis. Solusi dari hambatan
geografis diatas berawal dari ditemukannya kompas sebagai penunjuk arah dan
berkembangnya pengetahuan kelautan. Kolaborasi dari dua penemuan baru tersebut
membuat watak ekspansionis bangsa Eropa menemukan momentum dan ruang geraknya.
Sejak saat itulah penaklukan dunia yang fenomena historisnya berbentuk
imperialisme-kolonialisme diberbagai belahan dunia oleh bangsa Eropa dimulai.
Bangsa Eropa datang kebeberapa benua dunia diantaranya benua Amerika, Afrika,
Asia sebagai penakluk untuk mengeruk kekayaan alamnya, memperbudak penduduk
asalnya sekaligus mengumumkan pengukuhan dirinya sebagai ras yang paling unggul
dari ras dan bangsa-bangsa lain. Ajarannya adalah manusia beradab adalah
orang-orang kulit putih dari Eropa, sedangkan di luar orang-orang berkulit
putih Eropa adalah manusia-manusia barbar yang biadab.
Sejak saat itu pula hierarkhis-dikotomis
kebudayaan mulai ditancapkan dalam benak manusia dunia. bahwa hanya peradaban
orang kulit putihlah yang paling unggul dan harus ditiru, yang dikemudian klaim
ini membuat motivasi tersendiri bagi mereka untuk melakukan praktek
imperialisme-kolonialisme tidak hanya terbatas dalam ruang ekonomi-politik,
akan tetapi lebih jauh dari itu adalah penjajahan cultur dan kebudayaan
masyarakat untuk kemudian diseragamkan dengan budaya orang kulit putih. Atas
dasar itulah, tidak salah kalau dikatakan bahwa munculnya kapitalisme sebagai
suatu sistem dunia pararel atau beriringan dengan dimulainya praktek
imperialisme-kolonialisme jagad raya. Dan dari imperialisme-kolonialisme inilah
akumulasi modal mulai terkonsentrasi diberbagai belahan wilayah Eropa, terutama
di Inggris.
Dudly Dillard, secara kronologis membagi sejarah
muncul dan perkembangan kapitalisme menjadi tiga fase perkembangan, yakni kapitalisme fase awal ( 1500-1750),
kapitalisme fase klasik ( 1750-1914) dan kapitalisme fase lanjut (1914-1945).
Pertama, Kapitalisme Awal atau Kapitalisme Merkantilismes (1500-1750),
yaitu kapitalisme yang bertumpu pada industri sandang di Inggris. Kapitalisme
pada masa ini masih sangat sederhana. yaitu ditandai dengan praktek permintalan
benang yang masih mengunakan masinal (mechine)
sederhana. Sementara kebutuhan produksi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Pada abad XVI industri sandang dibeberapa pedesaan di Inggris mengalami
perkembangan produksi yang sangat pesat. Pemasukan keuangan negara yang pada
awalnya hanya berasal dari pajak rakyat mulai bertambah dengan pendayagunaan
surplus sosial (semacam tabungan sosial dari beberapa pabrik sandang). Dari
pemakaian sistem inilah, kapitalisme semakin menempati posisi yang aman dari
kontestasinya dengan sistem ekonomi sebelumnya. Kalau pada sistem ekonomi yang
diterapkan sebelum sistem kapitalisme, dana surplus sosial selalu digunakan
untuk membuat tanda-tanda kejayaan suatu masa dengan membangun
piramida-piramida atau katedral-katedral sebagai lambang kemegahan dan
kejayaannya, maka ketika sistem kapitalis ini dipakai, dana yang awalnya
dipakai untuk hal-hal diatas dialihkan
untuk membuat infrastruktur dan suprastruktur baru dalam bidang ekonomi seperti
membangun usaha perkapalan, pergudangan, persiapan dan penyediaan bahan-bahan
mentah, dan berbagai bentuk penanaman modal lainnya. Dengan demikian, surplus
sosial yang pada awalnya selalu habis bahkan defisit, berubah menjadi perluasan
kapasitas produksi.
Ada sekian banyak momentum penting yang
membuka peluang perkembangan kapitalisme menjadi semakin tak terbendung.
mulusnya perkembangan kapitalisme di atas tidak bisa dilepaskan dari beberapa
momentum-momentum penting yang menjadikan perkembanagn kapitalisme berjalan
mulus antara lain, Pertama, munculnya gerakan perlawanan (protestanisme) dari kaum calvinis yang
dipimpin oleh Marlin Luther King
terhadap hegemoni doktrin gereja katolik mengenai kehidupan di dunia. Kedua,
penemuan logam-logam mulia dari dunia baru (koloni) untuk kemudian dipakai sebagai alat transaksi yang
distandarisasi. dan terakhir adalah kuatnya back up dari kekuasaan saat
itu. dari sinilah kemudian, perkembangan kapitalisme seakan tidak mengalami
hambatan yang berarti.
Kedua,
Kapitalisme
Fase Klasik (1750-1914). Fase ini ditandai dengan bergesernya
sistem pembangunan kapitalisme dari sistem perdagangan (merkantilisme)
ke sistem industri, tepatnya ketika terjadi Revolusi Industri di Inggris yang kemudian menjadikan masa ini
sebagai masa transisi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal
industri. Perubahan sistem ini di latarbelakangi
oleh perkembangan baru dalam keilmuan manajemen-organisasi dan
penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi. Dengan latar belakang di atas itulah, laju
kapitalisme semakin tidak terbendung karena sistem produksi yang pada masa
kapitalisme awal hanya ditopang oleh infrastruktur dan suprastruktur yang
sederhana, maka pada fase ini sudah mulai memakai sistem modern dengan di dukung oleh industri yang berbasis
tekhnologi maju. Dalam bidang pemikiran, pada saat yang sama muncul seorang
ekonom Inggris, Adam Smith dengan karyanya Inquiry into the nature and
causes of the wealth nations (1776). Dalam buku tersebut, Adam Smith
menawarkan satu sistem ekonomi yang akan membawa kesejahteraan masyarakat Eropa
saat itu yakni sistem ekonomi liberal. Doktrin utama dari sistem ini adalah
menyerahkan semua keputusan-keputusan ekonomi kepada pasar dengan membongkar atau
bahkan menghilangkan peran negara sedikitpun. Kebijakan ini mulai dilajankan
setelah revolusi Prancis dan perang Napoleon sebagai masa hancur-totalnya
sisa-sisa sistem feodal. Turunan dari doktrin diatas termanifestasikan dalam
kebijakan-kebijakan, perdagangan bebas, standarisasi keuangan yang kuat (dengan
emas), pembuatan anggaran belanja yang seimbang, penghapusan subsidi sosial
dll. Singkatnya, sistem ini memulangkan segala persoalan kepada masing-masing
individu dan interaksi yang tidak diatur akan menghasilkan akibat-akibat sosial
yang dicita-citakan.
Begitulah kapitalisme liberal terus
berjalan sampai mengalami berbagai pertentangan internal (anomali) antar negara kapitalis itu sendiri yang kemudian
mengakibatkan meletusnya perang dunia I pada tahun 1914-1918 antara kekuatan
negara kapitalis baru (Jerman, Jepang dan
Perancis) dengan negara bos kapitalis Inggris. Akibat dari Perang Dunia I
tersebut adalah perubahan besar mengenai pembagian koloni-koloni tanah jajahan
yang menguntungkan negara yang menang perang.
Ketiga, Fase Kapitalisme Lanjut (1914-1945).
Fase ini ditandai dengan peristiwa bergesernya dominasi modal dari belahan
dunia Eropa ke negara adi daya baru Amerika Serikat yang dilatarbelakangi oleh
hancurnya sistem ekonomi Eropa akibat perang yang berkepanjangan yang
mengakibatkan terjadinya krisis besar-besaran di hampir negara kapitalis Eropa,
terutama Inggris yang pada awalnya sebagai negara kapitalis Eropa terkaya.
Selain itu ada tiga momentum besar di dunia internasional saat itu, yakni terjadinya
perang dunia pertama, munculnya perlawanan dari dunia terjajah (Asia-Afrika) terhadap praktik
imperialisme-kolonialisme yang telah berjalan cukup lama, dan suksesnya
revolusi Bolisevik 1917 di Rusia yang menghancurkan sistem feodalisme kaesar Tsar
saat itu. Dari ketiga momentum inilah beberapa negara kapitalis Eropa dan
Amerika mengalami greet depression atau depresi ekonomi dunia
besar-besaran. Dari kejadian itulah dunia mengalami resesi ekonomi, harga-harga
saham wall street jatuh pada harga yang terendah dalam sejarah dan
meningkatnya jumlah penganguran secara drastis. Dari peristiwa di atas,
negara-negara kapitalis saat itu mulai merubah kebijakan ekonominya dari sistem
liberalis yang tidak memberikan ruang jaminan sosial sedikitpun kepada masyarakat
pada sistem ekonomi negara kesejahteraan (walfare state).
Sebenarnya perubahan sistem kapitalisme saat itu bukan hanya sekedar
memberikan hak-hak rakyat yang selama ini terampas oleh keserakahan kaum
kapitalis sebagaimana alasan diatas, akan tetapi lebih mendasar dari itu adalah
kapitalisme saat itu ingin menyelamatkan dirinya sekaligus merancang sistem
ekonomi kapitalis yang lebih kuat--yang fenomena historisnya kita temukan pada
akhir dekade 1970-an atau yang lebih dikenal dengan istilah kapitalisme
neo-liberal--dari ancaman fenomena sosial baru (kegandrungan kepada sistem
sosialialis) setelah suksesnya revolusi bolisevik di Rusia. Tawaran paket
menarik yang berupa sistem dan jaminan kesejahteraan sosial dari negara-negara
kapitalis Eropa dan AS saat itu, antara lain program redistribusi kekayaan,
penyediaan fasilitas umum, subsidi pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan
perawatan pribadi diluncurkan.
Pada periode inilah dimulai kembalinya
peran negara yang tidak hanya sebagai penjamin kesejahteraan pasca perang, akan
tetapi lebih dari itu negara dituntut untuk menjadi pemain kunci dalam
perekonomian global. Dari doktrin itulah nasionalisasi besar-besaran terhadap
aset-aset industri diterapkan. tawaran sistem baru ini dilounching oleh John Maynard Keynes, seorang pemikir
ekonomi besar dari Inggris. tepatnya pada dekade 1930-an. Keynes meyakini
persoalan resesi ekonomi dunia dapat diselesaikan kalau pemerintah melakukan
intervensi terhadap perekonomian untuk menciptakan kondisi full employment
sebagai suatu yang secara ilmiah tidak dimiliki oleh pasar. Model kebijakan
yang seperti inilah kemudian ngetrend dalam sistem ekonomi dunia yang
tidak hanya diterapkan oleh negara-negara kapitalis akan tetapi juga
negara-negara berkembang yang baru merdeka. Karena negara dipercaya mampu
memecahkan kontradiksi pasar dan sebagai aktor yang mampu mewujudkan kebaikan
dan kesejahteraan ekonomi. Wacana dan praktek sistem walfare state hanya
berjalan sampai pada dekade 1970-an akhir awal 1980-an ketika kapitalisme
internasional mengalami resesi ekonomi dunia kedua kalinya.
Munculnya aliran Kapitalisme Neo-Liberal
atau kanan baru (1979- Now) merupakan tawaran solusi dari sistem walfare
state yang mengalami kontradiksi pasar diatas. Adalah Friedrich Van Hayek, seorang profesor di Universitas Chicago sejak
1940-an, yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Milton Friedman di universitas yang sama menawarkan solusi kembali
pada sistem ekonomi neo-klasik. dari sinilah embrio dari neo liberalisme. wacana
neo-liberal dalam sistem ekonomi kapitalisme pada masa ini menyebar
dengan cepat. Keberhasilan mereka mengembangkan gagasan neo-liberalism dalam
sistem ekonomi didukung oleh kuatnya jaringan internasional yang melibatkan
berbagai yayasan, institut, pusat penelitian, penerbitan, ilmuwan, penulis, dan
ahli ilmu hubungan masyarakat membuat gagasan tersebut cepat menyebar dan
menjadi begitu populer sampai menjadi kultural hegemoni yang kemudian lebih
dikenal dengan istilah kanan baru. Awal pertama kali praktek kebijakan neo-liberalism
dalam sistem ekonomi internasional terjadi pada tahun 1979, ketika Margareth Thatcher menjadi perdana
menteri Inggris.
Di Eropa aliran di atas di implementasikan untuk pertama kalinya
oleh PM. Margaret Tacher. Kebijakan pertama yang diambil setelah menduduki
posisi PM Inggris adalah penghapusan kewajiban negara untuk memikul
tanggungjawab terhadap rakyatnya yang berupa subsidi negara terhadap rakyat.
dan memangkas secara radikal subsidi-subsidi sosial. Sebagai gantinya
pemerintah lebih mementingkan pelayanan terhadap swasta, melakukan pemotongan
pajak, menjalankan program privatisasi-swastanisasi dan liberalisasi,
menghilangkan pengawasan terhadap penyiaran , telekomunikasi, transfortasi, dan
membabad habis seluruh serikat buruh.
Di Amerika, pada saat yang sama kaum
republikan memenangkan pemilunya yang kemudian menaikkan Ronald Reagen sebagai Presiden AS menggantikan Jimmy Carter. Pada
saat inilah pengadopsian neo-liberalisme di Amerika sebagai sistem ekonomi
mulai diterapkan. rezim ini swangat meyakini teori-trickle down effect yang
mengklaim bahwa si kaya mendapatkan insentif seperti membayar pajak
murah/rendah, maka mereka akan lebih giat dalam berwirawasta dan pada
gilirannya mereka akan banyak menciptakan pertumbuhan peluang dan lowongan kerja.
Sederhanya, jika industri diserahkan ke Swasta maka akan lebih efisien dan
menekan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran tunjangan sosial.
Dengan bekal teori di atas Reagen
melakukan deregulasi ekonomi yang telah dirintis oleh Carter tahun 70-an. Kontrol atas harga minyak dicabut, aturan
mengenai transportasi kereta api, industri minyak dan gas serta penyiaran
diperlonggar. Dengan mengikuti langkah Tacher, Reagen membatasi kekuatan
serikat buruh. setelah itu, gelombang
neo-liberalisme segera menyebar ke hampir seluruh dunia yang meliputi: Amerika
Latin, Asia Timur, India, sampai hampir seluruh negara Afrika. Negara yang
memulai pertama kali setelah Inggris dan Amerika adalah negara-negara dominan
Inggris seperti Australia, pada Paul keating, Kanada, New Zealan, Chili,
Argentina, Brazil, Jerman, Itali, Prancis, hingga Zambia dan Tanzania.
Kuatnya daya dorong kapitalisme ini
sehingga membuat partai-partai yang pada awalnya memiliki platform politik yang
lebih dekat ke kiri secara perlahan beralih ke kanan. Di sinilah dapat disebut
pemerintahan Toni Blair dari Inggris, Schroder dari Jerman, Lionel Jospin dari
Prancis yang pada awalnya ketiganya berasal dari partai buruh. Tetapi
kebijakannya menganut sistem ekonomi neo liberal yang kanan. Demikaianlah perjalanan
sejarah kapitalisme dari awal sampai akhir.
Kalau kita perhatikan dari awal masa
perkembangannya kapitalisme memiliki identifikasi yang khas:
1. Sistem ekonomi kapitalisme mentasbihkan
kebebasan individu untuk melihat alat-alat produksi dan modal, bukan oleh
negara atau yang disebut dengan Hak
Individu (individual ownwrship).
2. Ekonomi Pasar (market economy)
pereknomian pasar berdasar pada prinsip spesialisasi kerja dan hal itu tidak
diatur oleh siapapun kecuali kondisi
pasar itu sendiri.
3. Persaingan (competition) sebagai
konsekuensi logis dari berkembangnya ekonomi pasar.
4. Keuntungan (profit) prinsip
keuntungan.
2.
Sosialisme-Komunisme
Pada
awalnya, sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya
komunisme lebih dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal. Ada beberapa
unsur yang terdapat dalam sosialisme, di antaranya dengan mewujudkan protes dan
penolakan terhadap ketimpangan sosial. Dalam jaman renaissance dan
Reformasi muncul protes terhadap ketimpangan dalam kemakmuran, dalam revolusi
kaum puritan di abad 17 di Inggris, berbarengan dengan gerakan utama yang
berasal dari kaum menengah, tampil sebuah kelompok radikal yang disebut “para
penggali” atau para “pemerata sejati” (true leveres). Mereka berjuang
untuk mempraktekkan prinsip pemilikan tanah secara komunal dan bukan menyangkut
penggunaanya.
Unsur
lain yang terdapat dalam sosialisme yaitu, protes terhadap prinsip Cash
nexus bahwa uang merupakan ikatan utama antar manusia tidak terbatas pada
tradisi sosial saja. Sejauh sosialisme mengandung dalam dirinya unsur-unsur
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sosialisme sudah setua peradaban barat.
Pemikiran Yunani maupun Yahudi-Kristen masing-masing menolak kekayaan sebagai
landasan kehidupan yang bahagia.
Tetapi
kalau kita melihat sesuatu yang lebih konkrit dalam sejarah, akan ditemukan
bahwa sosialisme sebagai gerakan yang efektif dan terorganisir merupakan produk
dari revolusi industri (1848) di Inggris. Pada tahun 1820-an dan 1830-an di
Inggris dan Prancis muncul teori sosialisme modern, teori yang memusatkan
perhatian untuk membebaskan kelas pekerja industri dari belenggu kapitalisme
industri, perubahan dalam organisasi sosial yang disebabkan oleh
industrialisasi inii mengakibatkan munculnya kesenjangan kelas buruh dan
pemodal yang dalam bahasa Marx disebut sebagai proletar dan borjuis, dan
kondisi-kondisi lainnya sehubungan dengan jam kerja buruh, kesehatan kerusakan
lingkungan.
Sosialisme
sebagai koreksi total terhadap gejala akses negatif yang ditimbulkan oleh
pertentangan kelas buruh dengan kelas borjuasi. Dalam scenario yang disusun
Marx dan sahabatnya, Engels yang akhirnya menjadi kitab suci bagi penganut
sosialis-komunis dunia. Das Capital (1867) banyak menginspirasikan
gerakan buruh di seluruh dunia. Di kesempatan itulah kaum buruh akan merebut
posisi sebagai pemegang alat produksi.
3. Fasisme
Pasca perang Dunia I (1918) di Italia, sejarah kekuatan
Bento Mussolini mula-mula mengenalkan fasisme dengan gerakan revolusionernya,
gerakan bersenjata sebagai jalan untuk menuju tampuk kekuasaan, disusul
kemudian oleh “saudaranya”, Adolf Hitler muda yang menjadi roh fasisme Jerman.
Di tangan keduanya inilah fasisme muncul sebagai paham sekaligus gerakan.
Fasisme, sebagai ideologi yang dianut sebuah negara, memuat ciri-ciri sebagai
gerakan ideologi yang Totaliter, Nasionalis-Rasialis, dan mengidolasi
pemimpinnya.
Setiap negara yang fasis adalah negara totaliter,
yang berkuasa habis-habisan atas semua gerak hidup masayarakat di dalamnya.
Sistem totaliter telah mengatur sedemikian rupa bagaimana rakyat harus sekolah,
bekerja, melakukan aktifitas ekonomi, mengeluarkan pendapatan, bahkan dalam
berkeluarga dan punya anak. Semuanya masuk dalam bingkai yang telah ditentukan
negara. Sebagaimana orasi yang pernah disampaikan Hitler pada rally-rally kaum
Nazi, “kamu bukanlah apa-apa, negaramu
adalah segalanya”.
Suasana pasca Perang dunia I, dimana Jerman dan Italia
mengalami kebangkrutan harga diri dan ekonomi. Jerman setelah menerima
kekalahan dalam perang, terutama dalam perjanjian Versailles, telah memaksanya
membayar perbaikan-perbaikan untuk kerugian pemenang, sementara itu dalam waktu
yang sama, sebagai akibat perang Italia harus menanggung hutang sekitar 95 Juta
Lira di wilayah ini kemudian munculnya
Hitler dan Mussolini bagaikan air sejuk di siang yang panas, yang melakukan
uasaha-usaha untuk meyakinkan rakyat bahwa kejayaan negara kota Troya di Italia
ataupun ras Aria di Jerman mampu memompa kelesuan rakyat. Dalam konteks ini Nasionalisme
sarat dengan Rasialisme. Implikasi paling nyata dan mengerikan
terbunuhnya 6 juta orang Yahudi dari kamp penampungan dalam kampenya anti
semitis yang dikobarkan Hitler.
Baik Hitler maupun Mussolini adalah diktator “di
negaranya” masing-masing. Oleh karena mereka punya kharisma dan kualitas
kepemimpinan yang luar biasa dimata rakyatnya, tapi juga karena kaum fasis
percaya bahwa kediktatoran harus ditempuh jika ingin membentuk negara yang
kuat.
C. Kapitalisme masuk ke
Indonesia
Masuknya penjajah asing ke negeri Indonesia pada tahun
1596 merupakan babak awal tertanamnya pengaruh Barat di bumi Indonesia.
Berdirinya VOC pada tahun 1602 merupakan tonggak monumental jatuhnya Nusantara
pada Belanda secara ekonomis maupun politis. Pada era penjajahan ini
negara-negara kapitalis Barat menanamkan pengaruhnya sekaligus mengendalikan
kehidupan masyarakat Hindia Belanda sebagai cikal bakal negara Indonesia.
Sampai dengan akhir abad ke-19 tidak ada peristiwa yang mampu mempengaruhi
kehidupan sosial politik masyarakat Hindia Belanda. Baru pada dekade terakhir
abad ke19 muncul perlawanan dari dunia terjajah termasuk Indonesia terhadap
praktik imperialise-kolonialisme yang berjalan cukup lama menyebabkan
negara-negara kapitalis Eropa dan Amerika mengalami great depresion
(depresi ekonomi) dunia besar-besaran. Pada periode inilah dimulai kembalinya
peran negara dalam sistem perekonomian global (welfare state).
Pada saat itulah paham Nation State (kebangsaan) mulai muncul di Indonesia, melalui perjuangan panjang
yang herois baru pada tahun 1945 berdirilah negara Indonesia. Namun bukan
berarti pengaruh negara-negara kapitalis berakhir begitu saja dari Indonesia.
Kalau pada zaman revolusi fisik upaya imperialisme dilakukan dengan penyerbuan
fisik, kini upaya tersebut dilakukan dengan infiltrasi modal asing dan
penguasaan aset industri. Apa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan keuangan
AS dan Inggris yang mencoba menguasai sebagian besar aset industri Indonesia
sebenarnya bisa dipahami sebagai pengulangan penyerbuan yang beralih bentuk
atas negara-negara berkembang yang dilakukan oleh kapitalisme global sebagai
upaya melestarikan hegemoni dan kekuasaannya.
Pada tahun 1944 dilakukan pertemuan Brettton Woods yang
menghasilkan kesepakatan dibentuknya PBB, world Bank, IBRD, IMF, GATT.
Lembaga-lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi atas kemerdekaan negara-negara
terjajah termasuk Indonesia.
Namun di sisi lain perebutan pengaruh antara negara
kapitalis dan negara komunis di negara bekas jajahan terjadi begitu tajam.
Negara-negara kapitalis yang dipimpin oleh Amerika segera melakukan
langkah-langkah politis untuk membendungnya. Pada tahun 1948 diperkenalkanlah
ideologi developmentalisme (pembangunan) sebagai suatu hal yang harus
disebarkan di negara yang baru merdeka, termasuk Indonesia. Jelas di sini
terlihat bahwa developmentalisme sebenarnya bentuk baru dari kapitalisme-modernisme-imperialisme yang
disamping sebagai propaganda politis juga sebagai penangkal ideologi komunis
yang mencoba masuk di negara dunia ketiga, begitu juga di Indonesia. Namun pada
saat itu paham developmentalisme ditentang oleh pemerintahan Soekarno, sehingga
Amerika melakuakan manuver politik untuk menjatuhkan Soekarno. Akhirnya
pemerintahan Soekarno jatuh dan digantikan oleh pemerintahan Soeharto (Orde Baru). Di era inilah
kepentingan-kepentingan kapitalisme bisa dengan mudah dijalankan di Indonesia.
Sejak saat itu, beberapa strategi sosial, politik dan ekonomi yang dibangun
oleh negara-negara kapitalis mulai diterapkan di bawah payung ideologi
developmentalisme. Ideologi developmentalisme mulai diterapkan oleh pemerintah
Orba pada tahun 1968. Hal ini tercermin dalam undang-undang no. 2 tahun 1968
mengenai penanaman modal asing (PMA). Sejak saat itu developmentalisme mengusai
kereta kekuasaan di Indonesia.
Pada tahun 1989 Uni Sovyet runtuh, hal ini menandai
berakhirnya era perang dingin. Dengan berakhirnya perang dingin, maka
negara-negara kapitalis tidak membutuhkan tameng untuk menghadapi komunisme.
Akibatnya negara-negara yang selama ini menjadi tameng menjadi kehilangan
peran, ini menyebabkan pemerintahan Orba menjadi rapuh karena negara-negara
kapitalis hanya memiliki kepentingan bisnis dengan Indonesia.
Setelah negara-negara dunia ketiga tidak dibutuhkan lagi
maka selanjutnya dibuat proyek sosial baru yaitu mengembangkan kepentingan
kapitalisme internasional. Kembali di sini negara-negara dunia ketiga menjadi
sasarannya termasuk Indonesia menjadi sasaran proyek tersebut. Strategi untuk
merealisasikan gagasan tersebut dilakukan dengan menghancurkan struktur dan
fondasi ekonomi di Indonesia, yaitu dengan melakukan liberaliasasi sektor
perbankan di Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya krisis moneter tahun
1997. Untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada Januari 1998, Soeharto
menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi
perekonomian Indonesia. Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis
sosial dan politik, dan meletuslah reformasi 1998. Jelas sudah bahwa sejak
zaman dahulu hingga sekarang praktek kapitalisme terus merongrong kehidupan
berbangsa dan benegara Indonesia.
Secara ringkas kapitalisme
tidak lepas dari peran negara dan pasar. Ketika pasar lemah maka kapitalisme
mendorong peran negara menjadi lebih kuat (welfare
state), dan ketika pasar menjadi kuat maka kapitalisme mencoba memperlemah
peran negara sehingga kebijakan ditentukan oleh pasar (neoliberalisme). Pada intinya paham neoliberalisme dapat
dirumuskan sebagai berikut. Pertama,
biarkan pasar bekerja, kepercayaan ini termasuk membebaskan perusahaan swasta
dari negara atau pemerintah, apa pun akibat sosialnya. Kedua, kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara
yang tidak produktif seperti subsidi pelayanan sosial seperti anggaran
pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial lainnya, semua itu dilakuakan
lagi-lagi untuk mengurangi peran negara. Ketiga, neoliberalisme percaya pada deregulasi ekonomi. Keempat,
keyakinan terhadap privatisasi, dengan menjual semua perusahaan swasta.
Privatisasi ini meliputi bidang perbankan, industri strategis, PLN, trnsportasi
umum, sekolah dan universitas, rumah sakit umum bahkan privatisasi air. Kelima,
masukkan gagasan “barang-barang publik”, paham sosial atau komunitas
gotong-royong serta berbagai keyakinan solidaritas sosial yang hidup di
masyarakat kedalam peti es, untuk kemudian diganti dengan paham “tanggung jawab
individual”, dalam hal ini yang menjadi korban adalah golongan paling miskin
karena mereka harus memecahkan masalah mereka sendiri seperti masalah
kesehatan, pendidikan, jaminan sosial serta masalah-masalah lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar