Selasa, 17 Juni 2014

STUDI KAPITALISME


Target dan Tujuan:
  1. Peserta pemahami sejarah pertumbuhan teori kapitalisme hingga Ne-Liberalisme;
  2. Peserta memahami tokoh-tokoh dan pemikirannya serta prinsip-prinsip teori kapitalisme;
  3. Peserta dapat melihat secara kritis terhadap ideology Kapitalisme;
  4. Peserta dapat memahami dan menyadari dampak negative ideology Kapitalisme;
  5. Peserta dapat memahami dan menganalisa secara kritis masuknya ideologi kapitalisme hingga neo-liberalisme ke Indonesia   
           
Pokok bahasan :
  1. Definisi ideologi
  2. Sejarah kelahiran ideologi dunia
  3. Masuknya ideologi Neo-Liberalisme ke Indonesia
A. Definisi ideologi
Awalnya istilah “idiologi” dimaksudkan oleh penciptanya. Destrut de Tracy (1796) dkk, sebagai “Ilmu ide” yang diharapkan mampu membawa perubahan institusional, mulai dari pembaharuan menyeluruh atas sekolah-sekolah di Prancis. Tracy memberikan definisi ideologi adalah suatu sistem ide, yang mencoba melepaskan diri dari hal-hal metafisis.
Memang harus diakui bahwa tidak ada kesepakatan oleh para ahli mengenai definisi kapitalisme, akan tetapi mereka umumnya sepakat bahwa kapitalisme adalah satu sistem ekonomi yang berlandaskan pada filsafat individualisme-liberalisme yang memiliki implikasi kebebasan manusia untuk mengekploitasi apapun yang dapat menguntungkan individu tersebut. Para ideolog untuk kurun waktu tertentu menikmati posisi pembuat kebijakan dalam kelas II (ilmu-ilmu moral dan politik) di Institut Nasional. Tetapi pertentangan dengan Napoleon, menyebabkan Napoleon Banaparte (penuh mistik) berusaha untuk menghapus usaha pembaharuan dalam institut (1802-1803). Ia mencap anggota-anggotanya sebagai tukang khayal tak berguna dan membuat mereka bahan cemooh. Ideologi juga bisa diartikan sebagai seperangkat sistem dan tata nilai dari berbagai kesepakatan-kesepakatan, yang harus ditaati dalam sebuah kelompok sosial. Idiologi adalah motivasi bagi praksis sosial yang memberikan pembenaran dan mendorong suatu tindakan. Ideologi mendorong untuk menunjukkan bahwa kelompok sosial yang diyakininya mempunyai alasan untuk ada.
Dalam  sejarahnya pertarungan sosial dan politik, ideologi juga tidak jarang banyak mengorbankan ribuan bahkan jutaan nyawa demi sebuah perjuangan membela ideologi, apalagi kalau ideologi sudah masuk pada ranah politik dan kekuasaan. Demi sebuah ideologi, 600.000 orang tewas karena terlibat (atau tertuduh) sebagai PKI dalam aksi “balas dendam” yang legal setelah tragedi 30 September 1965 di Indonesia. Kemunculan tiga arus besar ideologi dunia (baca: kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan fasisme) serta perkembangan dahsyat gerakan sosial dan ilmu pengetahuan yang diikuti oleh munculnya teori-teori baru beserta prediksi-prediksi ilmiah mau tidak mau menyeret wacana ideologi dalam perbincangan hangat di kalangan kaum intelektual. Tapi menjadi agak mustahil membincangkan ideologi dalam kerangka konseptualnya tanpa memahami lebih dahulu bagaimana sejarah yang telah menyusunya. Dengan pelan-pelan meski sangat sederhana, mari kita membuka catatan-catan sejarah itu.
B. Sejarah ideologi dunia

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya paling tidak terdapat tiga arus besar ideologi dunia, yakni kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan fasisme.

1. Kapitalisme

Karl Marx membagi peradaban umat manusia dalam analisis prediktifnya dari mulai masyarakat Primitif/Tradisional ke Feodal ke Kapitalis ke Sosialis/Komunis. Akan tetapi dalam gerak laju sejarahnya, ternyata analisisnya Karl Marx meleset. Hingga hari ini ternyata kemenangan dari semua ideologi dunia adalah Kapitalisme Liberal (Baca:Francis Fukuhama). Awal munculnya kapitalisme yang fenomena historisnya ditemukan oleh Karl Marx kemudian menjadi sebuah sistem dunia, dapat dilacak dari terjadinya transisi historis zaman feodalisme. Tepatnya pada akhir abad XIV awal abad XV ketika orang-orang Eropa berhasil mengatasi persoalan hambatan geografis. Solusi dari  hambatan geografis diatas berawal dari ditemukannya kompas sebagai penunjuk arah dan berkembangnya pengetahuan kelautan. Kolaborasi dari dua penemuan baru tersebut membuat watak ekspansionis bangsa Eropa menemukan momentum dan ruang geraknya. Sejak saat itulah penaklukan dunia yang fenomena historisnya berbentuk imperialisme-kolonialisme diberbagai belahan dunia oleh bangsa Eropa dimulai. Bangsa Eropa datang kebeberapa benua dunia diantaranya benua Amerika, Afrika, Asia sebagai penakluk untuk mengeruk kekayaan alamnya, memperbudak penduduk asalnya sekaligus mengumumkan pengukuhan dirinya sebagai ras yang paling unggul dari ras dan bangsa-bangsa lain. Ajarannya adalah manusia beradab adalah orang-orang kulit putih dari Eropa, sedangkan di luar orang-orang berkulit putih Eropa adalah manusia-manusia barbar yang biadab.
 Sejak saat itu pula hierarkhis-dikotomis kebudayaan mulai ditancapkan dalam benak manusia dunia. bahwa hanya peradaban orang kulit putihlah yang paling unggul dan harus ditiru, yang dikemudian klaim ini membuat motivasi tersendiri bagi mereka untuk melakukan praktek imperialisme-kolonialisme tidak hanya terbatas dalam ruang ekonomi-politik, akan tetapi lebih jauh dari itu adalah penjajahan cultur dan kebudayaan masyarakat untuk kemudian diseragamkan dengan budaya orang kulit putih. Atas dasar itulah, tidak salah kalau dikatakan bahwa munculnya kapitalisme sebagai suatu sistem dunia pararel atau beriringan dengan dimulainya praktek imperialisme-kolonialisme jagad raya. Dan dari imperialisme-kolonialisme inilah akumulasi modal mulai terkonsentrasi diberbagai belahan wilayah Eropa, terutama di Inggris.      
Dudly Dillard, secara kronologis membagi sejarah muncul dan perkembangan kapitalisme menjadi tiga fase perkembangan, yakni kapitalisme fase awal ( 1500-1750), kapitalisme fase klasik ( 1750-1914) dan kapitalisme fase lanjut (1914-1945).
Pertama, Kapitalisme Awal atau Kapitalisme Merkantilismes (1500-1750), yaitu kapitalisme yang bertumpu pada industri sandang di Inggris. Kapitalisme pada masa ini masih sangat sederhana. yaitu ditandai dengan praktek permintalan benang yang masih mengunakan masinal (mechine) sederhana. Sementara kebutuhan produksi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Pada abad XVI industri sandang dibeberapa pedesaan di Inggris mengalami perkembangan produksi yang sangat pesat. Pemasukan keuangan negara yang pada awalnya hanya berasal dari pajak rakyat mulai bertambah dengan pendayagunaan surplus sosial (semacam tabungan sosial dari beberapa pabrik sandang). Dari pemakaian sistem inilah, kapitalisme semakin menempati posisi yang aman dari kontestasinya dengan sistem ekonomi sebelumnya. Kalau pada sistem ekonomi yang diterapkan sebelum sistem kapitalisme, dana surplus sosial selalu digunakan untuk membuat tanda-tanda kejayaan suatu masa dengan membangun piramida-piramida atau katedral-katedral sebagai lambang kemegahan dan kejayaannya, maka ketika sistem kapitalis ini dipakai, dana yang awalnya dipakai untuk  hal-hal diatas dialihkan untuk membuat infrastruktur dan suprastruktur baru dalam bidang ekonomi seperti membangun usaha perkapalan, pergudangan, persiapan dan penyediaan bahan-bahan mentah, dan berbagai bentuk penanaman modal lainnya. Dengan demikian, surplus sosial yang pada awalnya selalu habis bahkan defisit, berubah menjadi perluasan kapasitas produksi.
Ada sekian banyak momentum penting yang membuka peluang perkembangan kapitalisme menjadi semakin tak terbendung. mulusnya perkembangan kapitalisme di atas tidak bisa dilepaskan dari beberapa momentum-momentum penting yang menjadikan perkembanagn kapitalisme berjalan mulus antara lain, Pertama, munculnya gerakan perlawanan (protestanisme) dari kaum calvinis yang dipimpin oleh Marlin Luther King terhadap hegemoni doktrin gereja katolik mengenai kehidupan di dunia. Kedua, penemuan logam-logam mulia dari dunia baru (koloni) untuk kemudian dipakai sebagai alat transaksi yang distandarisasi. dan terakhir adalah kuatnya back up dari kekuasaan saat itu. dari sinilah kemudian, perkembangan kapitalisme seakan tidak mengalami hambatan yang berarti.
Kedua, Kapitalisme Fase Klasik (1750-1914). Fase ini ditandai dengan bergesernya sistem pembangunan kapitalisme dari sistem perdagangan (merkantilisme) ke sistem industri, tepatnya ketika terjadi Revolusi Industri di Inggris yang kemudian menjadikan masa ini sebagai masa transisi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri. Perubahan sistem ini di latarbelakangi oleh perkembangan baru dalam keilmuan manajemen-organisasi dan penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi. Dengan latar belakang di atas itulah, laju kapitalisme semakin tidak terbendung karena sistem produksi yang pada masa kapitalisme awal hanya ditopang oleh infrastruktur dan suprastruktur yang sederhana, maka pada fase ini sudah mulai memakai sistem modern dengan di dukung oleh industri yang berbasis tekhnologi maju. Dalam bidang pemikiran, pada saat yang sama muncul seorang ekonom Inggris, Adam Smith dengan karyanya Inquiry into the nature and causes of the wealth nations (1776). Dalam buku tersebut, Adam Smith menawarkan satu sistem ekonomi yang akan membawa kesejahteraan masyarakat Eropa saat itu yakni sistem ekonomi liberal. Doktrin utama dari sistem ini adalah menyerahkan semua keputusan-keputusan ekonomi kepada pasar dengan membongkar atau bahkan menghilangkan peran negara sedikitpun. Kebijakan ini mulai dilajankan setelah revolusi Prancis dan perang Napoleon sebagai masa hancur-totalnya sisa-sisa sistem feodal. Turunan dari doktrin diatas termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan, perdagangan bebas, standarisasi keuangan yang kuat (dengan emas), pembuatan anggaran belanja yang seimbang, penghapusan subsidi sosial dll. Singkatnya, sistem ini memulangkan segala persoalan kepada masing-masing individu dan interaksi yang tidak diatur akan menghasilkan akibat-akibat sosial yang dicita-citakan.
Begitulah kapitalisme liberal terus berjalan sampai mengalami berbagai pertentangan internal (anomali) antar negara kapitalis itu sendiri yang kemudian mengakibatkan meletusnya perang dunia I pada tahun 1914-1918 antara kekuatan negara kapitalis baru (Jerman, Jepang dan Perancis) dengan negara bos kapitalis Inggris. Akibat dari Perang Dunia I tersebut adalah perubahan besar mengenai pembagian koloni-koloni tanah jajahan yang menguntungkan negara yang menang perang.
Ketiga, Fase Kapitalisme Lanjut (1914-1945). Fase ini ditandai dengan peristiwa bergesernya dominasi modal dari belahan dunia Eropa ke negara adi daya baru Amerika Serikat yang dilatarbelakangi oleh hancurnya sistem ekonomi Eropa akibat perang yang berkepanjangan yang mengakibatkan terjadinya krisis besar-besaran di hampir negara kapitalis Eropa, terutama Inggris yang pada awalnya sebagai negara kapitalis Eropa terkaya. Selain itu ada tiga momentum besar di dunia internasional saat itu, yakni terjadinya perang dunia pertama, munculnya perlawanan dari dunia terjajah (Asia-Afrika) terhadap praktik imperialisme-kolonialisme yang telah berjalan cukup lama, dan suksesnya revolusi Bolisevik 1917 di Rusia yang menghancurkan sistem feodalisme kaesar Tsar saat itu. Dari ketiga momentum inilah beberapa negara kapitalis Eropa dan Amerika mengalami greet depression atau depresi ekonomi dunia besar-besaran. Dari kejadian itulah dunia mengalami resesi ekonomi, harga-harga saham wall street jatuh pada harga yang terendah dalam sejarah dan meningkatnya jumlah penganguran secara drastis. Dari peristiwa di atas, negara-negara kapitalis saat itu mulai merubah kebijakan ekonominya dari sistem liberalis yang tidak memberikan ruang jaminan sosial sedikitpun kepada masyarakat pada sistem ekonomi negara kesejahteraan (walfare state).
Sebenarnya perubahan sistem kapitalisme saat itu bukan hanya sekedar memberikan hak-hak rakyat yang selama ini terampas oleh keserakahan kaum kapitalis sebagaimana alasan diatas, akan tetapi lebih mendasar dari itu adalah kapitalisme saat itu ingin menyelamatkan dirinya sekaligus merancang sistem ekonomi kapitalis yang lebih kuat--yang fenomena historisnya kita temukan pada akhir dekade 1970-an atau yang lebih dikenal dengan istilah kapitalisme neo-liberal--dari ancaman fenomena sosial baru (kegandrungan kepada sistem sosialialis) setelah suksesnya revolusi bolisevik di Rusia. Tawaran paket menarik yang berupa sistem dan jaminan kesejahteraan sosial dari negara-negara kapitalis Eropa dan AS saat itu, antara lain program redistribusi kekayaan, penyediaan fasilitas umum, subsidi pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan perawatan pribadi diluncurkan.
Pada periode inilah dimulai kembalinya peran negara yang tidak hanya sebagai penjamin kesejahteraan pasca perang, akan tetapi lebih dari itu negara dituntut untuk menjadi pemain kunci dalam perekonomian global. Dari doktrin itulah nasionalisasi besar-besaran terhadap aset-aset industri diterapkan. tawaran sistem baru ini dilounching oleh John Maynard Keynes, seorang pemikir ekonomi besar dari Inggris. tepatnya pada dekade 1930-an. Keynes meyakini persoalan resesi ekonomi dunia dapat diselesaikan kalau pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian untuk menciptakan kondisi full employment sebagai suatu yang secara ilmiah tidak dimiliki oleh pasar. Model kebijakan yang seperti inilah kemudian ngetrend dalam sistem ekonomi dunia yang tidak hanya diterapkan oleh negara-negara kapitalis akan tetapi juga negara-negara berkembang yang baru merdeka. Karena negara dipercaya mampu memecahkan kontradiksi pasar dan sebagai aktor yang mampu mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan ekonomi. Wacana dan praktek sistem walfare state hanya berjalan sampai pada dekade 1970-an akhir awal 1980-an ketika kapitalisme internasional mengalami resesi ekonomi dunia kedua kalinya.    
Munculnya aliran Kapitalisme Neo-Liberal atau kanan baru (1979- Now) merupakan tawaran solusi dari sistem walfare state yang mengalami kontradiksi pasar diatas. Adalah Friedrich Van Hayek, seorang profesor di Universitas Chicago sejak 1940-an, yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Milton Friedman di universitas yang sama menawarkan solusi kembali pada sistem ekonomi neo-klasik. dari sinilah embrio dari neo liberalisme. wacana  neo-liberal dalam sistem ekonomi kapitalisme pada masa ini menyebar dengan cepat. Keberhasilan mereka mengembangkan gagasan neo-liberalism dalam sistem ekonomi didukung oleh kuatnya jaringan internasional yang melibatkan berbagai yayasan, institut, pusat penelitian, penerbitan, ilmuwan, penulis, dan ahli ilmu hubungan masyarakat membuat gagasan tersebut cepat menyebar dan menjadi begitu populer sampai menjadi kultural hegemoni yang kemudian lebih dikenal dengan istilah kanan baru. Awal pertama kali praktek kebijakan neo-liberalism dalam sistem ekonomi internasional terjadi pada tahun 1979, ketika Margareth Thatcher menjadi perdana menteri Inggris.
Di Eropa aliran di atas di implementasikan untuk pertama kalinya oleh PM. Margaret Tacher. Kebijakan pertama yang diambil setelah menduduki posisi PM Inggris adalah penghapusan kewajiban negara untuk memikul tanggungjawab terhadap rakyatnya yang berupa subsidi negara terhadap rakyat. dan memangkas secara radikal subsidi-subsidi sosial. Sebagai gantinya pemerintah lebih mementingkan pelayanan terhadap swasta, melakukan pemotongan pajak, menjalankan program privatisasi-swastanisasi dan liberalisasi, menghilangkan pengawasan terhadap penyiaran , telekomunikasi, transfortasi, dan membabad habis seluruh serikat buruh.
Di Amerika, pada saat yang sama kaum republikan memenangkan pemilunya yang kemudian menaikkan Ronald Reagen sebagai Presiden AS menggantikan Jimmy Carter. Pada saat inilah pengadopsian neo-liberalisme di Amerika sebagai sistem ekonomi mulai diterapkan. rezim ini swangat meyakini teori-trickle down effect yang mengklaim bahwa si kaya mendapatkan insentif seperti membayar pajak murah/rendah, maka mereka akan lebih giat dalam berwirawasta dan pada gilirannya mereka akan banyak menciptakan pertumbuhan peluang dan lowongan kerja. Sederhanya, jika industri diserahkan ke Swasta maka akan lebih efisien dan menekan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran tunjangan sosial.
Dengan bekal teori di atas Reagen melakukan deregulasi ekonomi yang telah dirintis oleh Carter tahun 70-an. Kontrol atas harga minyak dicabut, aturan mengenai transportasi kereta api, industri minyak dan gas serta penyiaran diperlonggar. Dengan mengikuti langkah Tacher, Reagen membatasi kekuatan serikat buruh.  setelah itu, gelombang neo-liberalisme segera menyebar ke hampir seluruh dunia yang meliputi: Amerika Latin, Asia Timur, India, sampai hampir seluruh negara Afrika. Negara yang memulai pertama kali setelah Inggris dan Amerika adalah negara-negara dominan Inggris seperti Australia, pada Paul keating, Kanada, New Zealan, Chili, Argentina, Brazil, Jerman, Itali, Prancis, hingga Zambia dan Tanzania.
Kuatnya daya dorong kapitalisme ini sehingga membuat partai-partai yang pada awalnya memiliki platform politik yang lebih dekat ke kiri secara perlahan beralih ke kanan. Di sinilah dapat disebut pemerintahan Toni Blair dari Inggris, Schroder dari Jerman, Lionel Jospin dari Prancis yang pada awalnya ketiganya berasal dari partai buruh. Tetapi kebijakannya menganut sistem ekonomi neo liberal yang kanan. Demikaianlah perjalanan sejarah kapitalisme dari awal sampai akhir.
Kalau kita perhatikan dari awal masa perkembangannya kapitalisme memiliki identifikasi yang khas:
1.      Sistem ekonomi kapitalisme mentasbihkan kebebasan individu untuk melihat alat-alat produksi dan modal, bukan oleh negara  atau yang disebut dengan Hak Individu (individual ownwrship).
2.      Ekonomi Pasar (market economy) pereknomian pasar berdasar pada prinsip spesialisasi kerja dan hal itu tidak diatur oleh siapapun  kecuali kondisi pasar itu sendiri.
3.      Persaingan (competition) sebagai konsekuensi logis dari berkembangnya ekonomi pasar.
4.      Keuntungan (profit) prinsip keuntungan.

2. Sosialisme-Komunisme

Pada awalnya, sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya komunisme lebih dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal. Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sosialisme, di antaranya dengan mewujudkan protes dan penolakan terhadap ketimpangan sosial. Dalam jaman renaissance dan Reformasi muncul protes terhadap ketimpangan dalam kemakmuran, dalam revolusi kaum puritan di abad 17 di Inggris, berbarengan dengan gerakan utama yang berasal dari kaum menengah, tampil sebuah kelompok radikal yang disebut “para penggali” atau para “pemerata sejati” (true leveres). Mereka berjuang untuk mempraktekkan prinsip pemilikan tanah secara komunal dan bukan menyangkut penggunaanya.
Unsur lain yang terdapat dalam sosialisme yaitu, protes terhadap prinsip Cash nexus bahwa uang merupakan ikatan utama antar manusia tidak terbatas pada tradisi sosial saja. Sejauh sosialisme mengandung dalam dirinya unsur-unsur tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sosialisme sudah setua peradaban barat. Pemikiran Yunani maupun Yahudi-Kristen masing-masing menolak kekayaan sebagai landasan kehidupan yang bahagia.
Tetapi kalau kita melihat sesuatu yang lebih konkrit dalam sejarah, akan ditemukan bahwa sosialisme sebagai gerakan yang efektif dan terorganisir merupakan produk dari revolusi industri (1848) di Inggris. Pada tahun 1820-an dan 1830-an di Inggris dan Prancis muncul teori sosialisme modern, teori yang memusatkan perhatian untuk membebaskan kelas pekerja industri dari belenggu kapitalisme industri, perubahan dalam organisasi sosial yang disebabkan oleh industrialisasi inii mengakibatkan munculnya kesenjangan kelas buruh dan pemodal yang dalam bahasa Marx disebut sebagai proletar dan borjuis, dan kondisi-kondisi lainnya sehubungan dengan jam kerja buruh, kesehatan kerusakan lingkungan.
Sosialisme sebagai koreksi total terhadap gejala akses negatif yang ditimbulkan oleh pertentangan kelas buruh dengan kelas borjuasi. Dalam scenario yang disusun Marx dan sahabatnya, Engels yang akhirnya menjadi kitab suci bagi penganut sosialis-komunis dunia. Das Capital (1867) banyak menginspirasikan gerakan buruh di seluruh dunia. Di kesempatan itulah kaum buruh akan merebut posisi sebagai pemegang alat produksi.

3. Fasisme

            Pasca perang Dunia I (1918) di Italia, sejarah kekuatan Bento Mussolini mula-mula mengenalkan fasisme dengan gerakan revolusionernya, gerakan bersenjata sebagai jalan untuk menuju tampuk kekuasaan, disusul kemudian oleh “saudaranya”, Adolf Hitler muda yang menjadi roh fasisme Jerman. Di tangan keduanya inilah fasisme muncul sebagai paham sekaligus gerakan. Fasisme, sebagai ideologi yang dianut sebuah negara, memuat ciri-ciri sebagai gerakan ideologi yang Totaliter, Nasionalis-Rasialis, dan mengidolasi pemimpinnya.
            Setiap negara yang fasis adalah negara totaliter, yang berkuasa habis-habisan atas semua gerak hidup masayarakat di dalamnya. Sistem totaliter telah mengatur sedemikian rupa bagaimana rakyat harus sekolah, bekerja, melakukan aktifitas ekonomi, mengeluarkan pendapatan, bahkan dalam berkeluarga dan punya anak. Semuanya masuk dalam bingkai yang telah ditentukan negara. Sebagaimana orasi yang pernah disampaikan Hitler pada rally-rally kaum Nazi, “kamu bukanlah apa-apa, negaramu adalah segalanya”.
            Suasana pasca Perang dunia I, dimana Jerman dan Italia mengalami kebangkrutan harga diri dan ekonomi. Jerman setelah menerima kekalahan dalam perang, terutama dalam perjanjian Versailles, telah memaksanya membayar perbaikan-perbaikan untuk kerugian pemenang, sementara itu dalam waktu yang sama, sebagai akibat perang Italia harus menanggung hutang sekitar 95 Juta Lira di wilayah ini kemudian  munculnya Hitler dan Mussolini bagaikan air sejuk di siang yang panas, yang melakukan uasaha-usaha untuk meyakinkan rakyat bahwa kejayaan negara kota Troya di Italia ataupun ras Aria di Jerman mampu memompa kelesuan rakyat. Dalam konteks ini Nasionalisme sarat dengan Rasialisme. Implikasi paling nyata dan mengerikan terbunuhnya 6 juta orang Yahudi dari kamp penampungan dalam kampenya anti semitis yang dikobarkan Hitler.
            Baik Hitler maupun Mussolini adalah diktator “di negaranya” masing-masing. Oleh karena mereka punya kharisma dan kualitas kepemimpinan yang luar biasa dimata rakyatnya, tapi juga karena kaum fasis percaya bahwa kediktatoran harus ditempuh jika ingin membentuk negara yang kuat.
C. Kapitalisme masuk ke Indonesia
            Masuknya penjajah asing ke negeri Indonesia pada tahun 1596 merupakan babak awal tertanamnya pengaruh Barat di bumi Indonesia. Berdirinya VOC pada tahun 1602 merupakan tonggak monumental jatuhnya Nusantara pada Belanda secara ekonomis maupun politis. Pada era penjajahan ini negara-negara kapitalis Barat menanamkan pengaruhnya sekaligus mengendalikan kehidupan masyarakat Hindia Belanda sebagai cikal bakal negara Indonesia. Sampai dengan akhir abad ke-19 tidak ada peristiwa yang mampu mempengaruhi kehidupan sosial politik masyarakat Hindia Belanda. Baru pada dekade terakhir abad ke19 muncul perlawanan dari dunia terjajah termasuk Indonesia terhadap praktik imperialise-kolonialisme yang berjalan cukup lama menyebabkan negara-negara kapitalis Eropa dan Amerika mengalami great depresion (depresi ekonomi) dunia besar-besaran. Pada periode inilah dimulai kembalinya peran negara dalam sistem perekonomian global (welfare state).
            Pada saat itulah paham Nation State (kebangsaan) mulai muncul di Indonesia, melalui perjuangan panjang yang herois baru pada tahun 1945 berdirilah negara Indonesia. Namun bukan berarti pengaruh negara-negara kapitalis berakhir begitu saja dari Indonesia. Kalau pada zaman revolusi fisik upaya imperialisme dilakukan dengan penyerbuan fisik, kini upaya tersebut dilakukan dengan infiltrasi modal asing dan penguasaan aset industri. Apa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan keuangan AS dan Inggris yang mencoba menguasai sebagian besar aset industri Indonesia sebenarnya bisa dipahami sebagai pengulangan penyerbuan yang beralih bentuk atas negara-negara berkembang yang dilakukan oleh kapitalisme global sebagai upaya melestarikan hegemoni dan kekuasaannya.
            Pada tahun 1944 dilakukan pertemuan Brettton Woods yang menghasilkan kesepakatan dibentuknya PBB, world Bank, IBRD, IMF, GATT. Lembaga-lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi atas kemerdekaan negara-negara terjajah termasuk Indonesia.
            Namun di sisi lain perebutan pengaruh antara negara kapitalis dan negara komunis di negara bekas jajahan terjadi begitu tajam. Negara-negara kapitalis yang dipimpin oleh Amerika segera melakukan langkah-langkah politis untuk membendungnya. Pada tahun 1948 diperkenalkanlah ideologi developmentalisme (pembangunan) sebagai suatu hal yang harus disebarkan di negara yang baru merdeka, termasuk Indonesia. Jelas di sini terlihat bahwa developmentalisme sebenarnya bentuk baru dari kapitalisme-modernisme-imperialisme yang disamping sebagai propaganda politis juga sebagai penangkal ideologi komunis yang mencoba masuk di negara dunia ketiga, begitu juga di Indonesia. Namun pada saat itu paham developmentalisme ditentang oleh pemerintahan Soekarno, sehingga Amerika melakuakan manuver politik untuk menjatuhkan Soekarno. Akhirnya pemerintahan Soekarno jatuh dan digantikan oleh pemerintahan Soeharto (Orde Baru). Di era inilah kepentingan-kepentingan kapitalisme bisa dengan mudah dijalankan di Indonesia. Sejak saat itu, beberapa strategi sosial, politik dan ekonomi yang dibangun oleh negara-negara kapitalis mulai diterapkan di bawah payung ideologi developmentalisme. Ideologi developmentalisme mulai diterapkan oleh pemerintah Orba pada tahun 1968. Hal ini tercermin dalam undang-undang no. 2 tahun 1968 mengenai penanaman modal asing (PMA). Sejak saat itu developmentalisme mengusai kereta kekuasaan di Indonesia. 
            Pada tahun 1989 Uni Sovyet runtuh, hal ini menandai berakhirnya era perang dingin. Dengan berakhirnya perang dingin, maka negara-negara kapitalis tidak membutuhkan tameng untuk menghadapi komunisme. Akibatnya negara-negara yang selama ini menjadi tameng menjadi kehilangan peran, ini menyebabkan pemerintahan Orba menjadi rapuh karena negara-negara kapitalis hanya memiliki kepentingan bisnis dengan Indonesia.
            Setelah negara-negara dunia ketiga tidak dibutuhkan lagi maka selanjutnya dibuat proyek sosial baru yaitu mengembangkan kepentingan kapitalisme internasional. Kembali di sini negara-negara dunia ketiga menjadi sasarannya termasuk Indonesia menjadi sasaran proyek tersebut. Strategi untuk merealisasikan gagasan tersebut dilakukan dengan menghancurkan struktur dan fondasi ekonomi di Indonesia, yaitu dengan melakukan liberaliasasi sektor perbankan di Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya krisis moneter tahun 1997. Untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada Januari 1998, Soeharto menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia. Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis sosial dan politik, dan meletuslah reformasi 1998. Jelas sudah bahwa sejak zaman dahulu hingga sekarang praktek kapitalisme terus merongrong kehidupan berbangsa dan benegara Indonesia.

Secara ringkas kapitalisme tidak lepas dari peran negara dan pasar. Ketika pasar lemah maka kapitalisme mendorong peran negara menjadi lebih kuat (welfare state), dan ketika pasar menjadi kuat maka kapitalisme mencoba memperlemah peran negara sehingga kebijakan ditentukan oleh pasar (neoliberalisme). Pada intinya paham neoliberalisme dapat dirumuskan sebagai berikut. Pertama, biarkan pasar bekerja, kepercayaan ini termasuk membebaskan perusahaan swasta dari negara atau pemerintah, apa pun akibat sosialnya. Kedua, kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak produktif seperti subsidi pelayanan sosial seperti anggaran pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial lainnya, semua itu dilakuakan lagi-lagi untuk mengurangi peran negara. Ketiga, neoliberalisme  percaya pada deregulasi ekonomi. Keempat, keyakinan terhadap privatisasi, dengan menjual semua perusahaan swasta. Privatisasi ini meliputi bidang perbankan, industri strategis, PLN, trnsportasi umum, sekolah dan universitas, rumah sakit umum bahkan privatisasi air. Kelima, masukkan gagasan “barang-barang publik”, paham sosial atau komunitas gotong-royong serta berbagai keyakinan solidaritas sosial yang hidup di masyarakat kedalam peti es, untuk kemudian diganti dengan paham “tanggung jawab individual”, dalam hal ini yang menjadi korban adalah golongan paling miskin karena mereka harus memecahkan masalah mereka sendiri seperti masalah kesehatan, pendidikan, jaminan sosial serta masalah-masalah lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar