BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan menurut Ki hajar Dewantara diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dan hendaknya terintegral dalam perilaku pendidikan di negara ini. Namun menilik fakta pelaksanaan pendidikan yang selama ini di Indonesia sepertinya belum mengarah kepada pembentukan karakter sebagaimana jati diri bangsa Indonesia dan bahkan cenderung menurun. Sedangkan John Dewey dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education John Dewey mengemukakan empat konsep pokok dalam belajar yang harus dilalui oleh seorang pembelajar sehingga dapat menjadi manusia yang memiliki karakter dan berperilaku sehat. Keempat aspek tersebut adalah: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Dua konsep terakhir sangat dekat dengan upaya pendidikan karakter dan itulah corak akhir dari kehidupan manusia. Sedangkan untuk mencapai dua yang terakhir, maka siswa perlu melewati dua jenis belajar sebelumnya yaitu learning to know dan learning to do.
Ditambahkan oleh Jacques Delors( 1996) dalam bukunya: Learning : The Treasure Within, menulis bahwa the essential features of basic education that teaches pupils how to improve their lives through knowledge, through experiment, and through the development of their own personal cultures are preserved. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan itu hanya akan bermakna jika pembelajar selain memiliki kemampuan otak, juga memiliki kemampuan memaknai nilai-nilai dari belajarnya. Mencermati konsep dasar pendidikan diatas, permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.
Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen.
Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat kita ungkapkan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Apa itu proses pendidikan ?
2. Apa saja unsur pendidikan ?
3. Apa saja unsur empiri dalam proses pendidikan ?
BAB II
PROSES PENDIDIKAN
A. Definisi Pendidikan
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terrencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya unutk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya dan masyarakat. Definisi ini mengandung inti bahwa pendidikan harus dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh yang membutuhkan perencanaan yang matang dan detail sehingga iklim pembelajaran menjadi kondusif sehingga mampu "menguasai" peserta didik untuk berpikir aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Lingkungan pembelajaran yang kondusif ini memberikan dampak positif terhadap kondisi psikis peserta didik yang membuat segala potensi yang ada pada diri peserta didik dapat berkembang.
B. Pendidikan Berdasar 4 Pilar Proses Pembelajaran
Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.
Proses pendidikan juga merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah kemampuan manusia dalam 3 hal utama yaitu : pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). 3 hal di atas adalah kunci utama adanya pendewasaan diri manusia sebagai makhluk sosial. Adanya ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dalam kehidupan manusia menimbulkan suatu keharusan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Konsep education ini cenderung lebih formal, melalui tingkatan-tingkatan kelas pendidikan dan melibatkan pihak pemerintah dan lembaga pendidikan dalam pelaksanaannya. Pendidikan secara formal terjadi pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi. Sedangkan secara non formal dapat ditemui dalam masyarakat.
Tujuan yang ingin dicapai dalam dunia pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya dengan beberapa ciri utama, yaitu : beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan dan berketerampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan bangsa.
Terbentuknya kecerdasan intelektual dan spiritual manusia sebagai makhluk sosialpun tak akan pernah lepas dari pendidikan seumur hidup yang terjadi dalam masyarakat. Seseorang bisa menjadi alim, jahat, dermawan, tekun dan sebagainya, salah satu dasarnya karena ia bergaul dengan orang-orang yang sifatnya demikian serta ada dalam suasana budaya yang mendorong dan membimbingnya ke arah itu. Sifat yang timbul tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, tetapi juga tidak terlepas dari adanya norma, nilai dan peraturan yang ada dalam masyarakat. Meskipun lingkungan dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, dapat juga terjadi seorang pribadi mampu untuk mempengaruhi lingkungannya, dapat meningkatkan kualitas kebudayaan dan juga merekayasa alam sekitar untuk kemajuan masyarakat.
Dari semua pendidikan yang dialami oleh manusia, maka akan timbul kemajemukan kepribadian. Kelebihan seseorang mungkin saja merupakan kekurangan bagi orang lain, atau sebaliknya. Karenanya, harus ada saling pengertian dalam lingkungan sosial agar dapat terbina masyarakat adil makmur seperti tujuan awal perlunya pendidikan. Kedewasaan masing-masing pribadi akan menjadi pondasi dalam membangun masyarakat yang sejahtera.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan. Guna merealisir learning to know, pendidik seyogyanya tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga fasilitator. Di samping itu pendidik dituntut dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan peserta didik dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu Learning to do. Pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan nilai. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran yaitu :
1. learning to know ( menguasai pengetahuan)
2. learning to do (menguasai keterampilan)
3. learning to be (mengembangkan diri)
4. learning to live together (hidup bermasyarakat)
Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh berkembangnya tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang. Learning to be Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma & kaidah yang berlaku di masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya adalah proses pencapaian aktualisasi diri. Pengembangan diri secara maksimal (learning to be) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak & kondisi lingkungan nya. Kemampuan diri yang terbentuk di sekolah secara maksimal memungkinkan anak untuk mengembangkan diri pada tingkat yang lebih tinggi. Learning to live together Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Salah satu fungsi sekolah adalah tempat bersosialisasi, artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya "learning to live together".
Proses pembelajaran yang ideal adalah proses pembelajaran yang dikemas dengan memperhatikan adanya berbagai aspek baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotor. Apabila proses pendidikan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan adanya keseimbangan ketiga aspek tersebut maka output pendidikan akan mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan masyarakat. Sebaliknya, apabila proses pembelajaran mengabaikan aspek-aspek tersebut dan hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, jadinya akan lain. Jangan diharap output pendidikan mampu menterjemahkan serta merta mengantisipasi kemajuan dan perkembangan masyarakat yang telah berjalan demikian cepat. Oleh sebab itu, pendidikan kita harus mampu mengemas proses pendidikan dengan baik. Dengan kata lain, proses belajar mengajar kita harus memperhatikan aspek kreativitas. Pengembangan kreativitas para peserta didik yang dimulai sejak awal akan mampu membentuk kebiasaan cara berpikir peserta didik yang sangat bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri di kemudian hari. Kenyataan yang ada saat ini, hampir semua sistem sekolah yang ada di negeri ini kurang menyentuh dan mengembangkan aspek kreativitas. Ini terjadi akibat tuntutan kurikulum 1975 yang sangat berorientasi pada hasil belajar. Kurikulum tersebut akhirnya diperbaiki, kemudian muncul kurikulum 1984 yang sedikit bergeser orientasinya kearah proses. Namun, praksis pendidikan telanjurt memihak pada orientasi produk. Oleh karena itu, pergeseran orientasi itu tidak semudah yang dibayangkan para pengambil kebijakan dalam sistem persekolahan kita.Kurikulum 1994 secara filosofis sangat menaruh perhatian terhadap proses pembelajaran yang dinamis sehingga system target dan produk harus diterjemahkan secara kreatif dan kontekstual. Namun, pada kenyataannya sebagian besar guru telah merasa mapan dengan semangat kerja model kurikulum 1984, guru telanjur mekanistis dalam proses pembelajaran di sekolah, akhirnya persoalan kreativitas masih saja terabaikan tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena terlalu saratnya muatan yang diemban oleh kurikulum 1994. Dengan demikian hal pokok yang dikembangkan tetap aspek kognitif, sementara afektif dan psikomotor tetap terabaikan
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian. Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam sebagai suatu system keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Dalam tujuan khusus tahap-tahap penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, ketrampilan atau dengan istilah lain kognitif, afektif dan psikomotor. Dari tahapan ini kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yanglebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan system evaluasi. Inilah yang kemudian disebut kurikulum, yang selanjtnya diperinci lagi kedalam silabus dari berbagai materi bimbingan.
C. Unsur-Unsur Dalam Proses Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan beberapa unsur, yaitu:
1. Subjek yang dibimbing (peserta didik).
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
a. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
1. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
2. Individu yang sedang berkembang.
3. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
4. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
b. Orang Yang Membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
c. Interaksi Antara Peserta Didik Dengan Pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
d. Ke Arah Mana Bimbingan Ditujukan (tujuan pendidikan)
1. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
2. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
D. Unsur Empiris dalam Proses Pendidikan
Empiris dalam bahasa latin adalah experientia yang berarti pengalaman. Istilah ilmu empiris berarti ilmu yang terkait dan berhubungan erat dengan pengalaman manusia. Empirisme beranggapan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, dengan jalan observasi atau penginderaan.
Pengalaman identik dengan pengetahuan inderawi. Ilmu pengetahuan empiris ialah ilmu yang terikat dengan objek tertentu yang terdapat dalam pengalaman seperti ilmu alam, sejarah dan kesusasteraan. Dalam penjelasannya, Sutari Imam Barnadib mengatakan bahwa ilmu pengetahuan empiris terdiri dari dua bentuk yaitu ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan rohani.
Pengalaman bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan akal melainkan melibatkan akal sebagai bagian integral dari pengalaman. Ilmu empiri memandang bahwa pada hakekatnya, ilmu adalah hasil bentukan manusia atas pengalaman hidupnya. Oleh pengalaman manusia dipandang sebagai satu-satunya unsur penyebab terbentuknya ilmu. Ilmu empiri karena terikat dan berhubungan erat dengan pengalaman inderawi manusia, maka objek kajiannya adalah realitas kenyataan yang dapat dihayati (bereksistensi). Ilmu empiri sangat tergantung pada aspek penilaian dan ukuran subjektifitas manusia sebagai pengamat.
Terlebih bila dikaitkan dengan unsur keterbatasan indera manusia, ilmu empiri menjadi semakin jauh dari sifat objektifitas ilmiah. Kumpulan-kumpulan dari teori / konsep ilmu empiri ini dalam jumlah besar menghasilkan bentuk-bentuk ilmu pengetahuan empiri yang beragam. Maka dibuatlah beberapa pengelompokkan berdasarkan karakter, sifat atau ciri khusus objek ilmu empiri yang memiliki persamaan, kemiripan atau perbedaan untuk mendefinisikan secara lebih rinci. Setelah persamaan, kemiripan atau perbedaan satu kelompok ilmu empiri dengan kelompok ilmu empiri lain didapat, kemudian dibentuk dan diciptakanlah suatu teori/konsep ilmu baru yang disebut ilmu murni.
Unsur empirik yang ada dalam proses pendidikan merupakan unsur yang erat kaitannya dengan pengalaman manusia, dimana dalam pelaksanaannya, pendidikan sangat bergantung pada sebuah proses sebagai sunnatullah. Proses tersebut merupakan unsur pengalaman yang selalu identik dengan pengetahuan inderawi yang tentunya tidak didapat hanya dengan unsur kognitif saja, melainkan afektif dan psikomotorik juga jauh lebih penting. Sehingga kedua unsur tersebut baik afektif maupun psikomotorik merupakan unsur empirik yang selalu tampil dalam proses pendidikan. Kreatifitas dan aplikasi dari sebuah ilmu juga merupakan rangkaian proses pendidikan. Ilmu yang didapat secara teori saja tidak cukup, namun harus dilengkapi dengan pengalaman lapangan atau praktek.
BAB III
KESIMPULAN
Proses pendidikan yang berlangsung selalu melibatkan beberapa unsur pendidikan antara lain ; subjek yang dibimbing (peserta didik), orang yang membimbing (pendidik), interaksi edukatif antara keduanya, tujuan pendidikan, materi pendidikan, alat dan bahan pendidikan serta lingkungan pendidikan. Proses tersebut akan semakin ideal pelaksanaanya apabila proses tersebut selalu memperhatikan beberapa unsur antara lain; kognitif, afektif dan psikomotorik. Tanpa ketiganya proses pendidikan mustahil akan berjalan dengan sempurna. Dari berbagai unsur diatas, ada unsur yang berjalan langsung dengan pengalaman inderawi anak didik yang disebut dengan unsur empirik. Seperti adanya pengembangan diri, kreatifitas dan aplikasi ilmu. Yang sering kita kelompokkan dalam penilaian afektif dan psikomotorik anak, setelah mereka diberi ilmu secara kognitif (teori) saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar