Selasa, 10 Mei 2011

PUISI PERLAWANAN

ALASAN UNTUK MELAWAN

Karena kalian duduk di kursi-kursi kekuasaan, tapi melupakan keadilan,
Maka kami menolak untuk diam.
Kami menolak sejarah yang diputarbalikkan, kami menolak pembangunan jadi ajang pemerasan,
kami menolak penindasan!

Karena kalian telah kehilangan akal sehat, dan tak lagi peduli pada kesejahteraan rakyat,
maka kami menolak untuk diam. Kami menolak pikiran yang dikerdilkan,
kami menolak pendidikan yang dimesinkan, kami menolak pembodohan!

Karena kalian telah jual negara dengan hutang,
sementara kami harus berebut pupuk di gudang, maka kami menolak untuk diam.
Kami menolak ladang-ladang petani ditaburi racun kimia, kami menolak alam dirusak demi kepentingan modal orang-orang kaya, kami menolak menghancurkan Indonesia!

Karena kalian semena-mena mencabut subsidi, sementara kami mati di lumbung
padi, maka kami menolak untuk diam. Kami menolak segilintir bajingan berdasi
menipu hasil panen petani, kami menolak pabrik-pabrik meracuni sungai dengan
alasan efisiensi, kami menolak keserakahan yang dilegitimasi!

Karena kalian menganjurkan hidup sederhana, sementara kalian makin rakus
makan uang negara, maka kami menolak untuk diam.
Kami menolak wakil-wakil rakyat yang kehilangan nuraninya, kami menolak politik dusta,
kami menolak disuruhmenjadi gila!

Karena kalian menganjurkan rekonsiliasi, dan menuduh kami dalang provokasi,
maka kami menolak untuk diam.
Kami menolak tentara yang menembaki rakyat jelata,
kami menolak hakim yang menjual hukum negara,
kami menolak bajingan birokrasi,
kami menolak pemeras yang berkedok polisi,
kami menolak kebencian dijadikan komoditi,
kami menolak semua ketidakadilan di negeri ini!
Dengarkan suara kami, wahai kaum yang berkuasa:
Mulai detik ini, kami menolak penjajahan bangsa sendiri!

BERFIKIR DENGAN PERASAAN
Berpikir dengan Perasaan 9000 km,
hanya kebencian yang ada, hanya bayang-bayang dendam memanjang ke
utara. Ya, telah begitu lama ingin kulihat rindang pohon ada dan tiada, mampu
menyatu dalam harmoni semesta, namun hanya gelisah sebagai buahnya.
Maka, aku pun terus berjalan: antara kecemasan dan mimpi, antara duka dan sunyi,
antara hidup dan mati. Melewati batas yang tak berbatas. Melewati jarak yang tak
berjarak. Melewati gerak demi gerak kenyataan, menembus titik akhir kepedihan .
Ya, barangkali, di balik segala kontradiksi ini, akan kutemui hakekat ada yang sejati?
Namun, belum juga. Masih sia-sia. Lantas aku pun berpaling dalam dunia yang
asing. Mencari. Mencari. Mencari. Akhirnya cuma ilusi. Dan hidup selalu saja
dicari-cari, meski ada di depan pikiran sendiri.
9000 km, hanya kebencian yang ada, hanya bayang-bayang dendam memanjang ke
utara. Perubahan demi perubahan, hanya mengantarkan napas pada kekosongan.
O waktu, lekas tolong katakan: bagaimana aku bisa berpikir dengan perasaan!

Puisi Perlawanan buat Tanah Utara

Ini kami kirimkan puisi perlawanan buatmu,
sebagai tanda bahwa kami bukan bangsa yang bisa kauinjak seenak maumu.
Jangan kau pikir bahwa kami akan tetap diam saja, saat dengan keji
kau bombardir kami dengan milyaran dollar hutang dan mitos-mitos ekonomi.
Mungkin kau berpikir dengan logikamu yang lurus dan linier itu,
bahwa kami akan datang dengan wajah malu-malu, lantas menghiba pada kuasa kapitalmu, astaga! kaupikir kami bangsa kecoak, kaupikir kami akan terus-terusan bergantung pada kotoran, pada kerakusan dan ampas produksimu,
tidak! suatu saat kami akan bergerak, kami akan bangkit dan memberontak!
Ini kami kirimkan puisi perlawanan buatmu,
sebagai tanda bahwa kami bukan bangsa kacangan, kami punya harga diri
sebagai bagian dari umat manusia yang berevolusi, kami punya hak
untuk menentukan nasib dan keinginan kami,
cukup! jangan lagi kauracuni pikiran kami dengan berbagai teori tentang kemajuan industri,
yang justru akhirnya terbukti makin memiskinkan rakyat kami.
Apa kaupikir kami cuma setitik debu yang mengotori rumah kacamu?
Apa kaukira kami bukan manusia? Apa kauanggap kami hanya sekedar hewan pemangsa?
Apa kebenaran cuma milik orang-orang kaya?
Tunggu saja, wahai tanah utara, tunggu saja!
Suatu masa, ketika kalian terlena oleh derai-derai cemara, ketika kalian beranggapan
bahwa Tuhan cuma ilusi yang bisa dikloning sebagai kambing atau kera,
maka kami akan datang dengan berjuta topan dan badai, akan kami hancurkan
seluruh mimpi-mimpi busuk kalian pada imprealisme dan penjajahan,
akan kami bongkar bangun-bangun modernisme yang kalian banggakan,
akan kami buktikan bahwa hidup bukan cuma kehendak untuk berkuasa,
namun juga hak untuk mendapatkan keadilan, hak untuk mendapatkan persamaan
dengarkan wahai tanah utara, kini kalian cuma punya dua pilihan:
hidup bersama cinta atau hancur oleh senjata!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar